REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Budayawan Profesor Eko Budihardjo melontarkan kritik kepada 12 anggota DPR RI dan DPRD Provinsi Jawa Tengah sebelum mereka meraih "The Best and The Next Legislator Award" di Semarang, Jumat malam.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro Semarang itu, antara lain, menyatakan bahwa bila seorang politikus dibuang ke sungai maka akan menimbulkan polusi, namun bila semua politikus dibuang ke sungai maka itu adalah solusi.
Eko yang didaulat untuk menyampaikan orasi budaya sebelum penghargaan diserahkan kepada 12 legislator dan empat calon legislator itu juga mengritik bahwa para politikus hanya mencintai kekuasaan (love power), bukan menumbuhkan rasa cinta (the power of love).
Mengutip puisi ramalan cuaca karya Gojek Joko Santoso, Eko menyatakan bahwa di negara-negara lain dilaporkan sedang mengalami hawa panas, hawa sejuk, dan hawa dingin, sedangkan di Indonesia hanya hawa nafsu.
Arsitek lulusan UGM Yogyakarta yang kini berusia 70 tahun dan sejak beberapa lama menggunakan tongkat penyangga untuk berjalan tersebut masih mampu menampilkan humor segar sekaligus satir dengan aksentuasi yang masih jelas.
Beberapa kritikan tersebut mampu menghangatkan malam penganugerahan yang dihadiri tamu undangan lebih dari 150 orang di sebuah hotel di Semarang itu, termasuk Wakil Gubernur Jateng Heru Sudjatmoko.
Eko pada malam itu juga sempat menampilkan adegan melawak gaya Srimulat, beberapa saat setelah turun dari panggung orasi. Setelah menuruni anak tangga panggung, ia melepas tongkat penyangganya sambil berjalan.
"Saya sebenarnya bisa berjalan tanpa tongkat," katanya sambil berjalan meninggalkan tongkat menuju pembawa acara berdiri. Gerakan dan ucapan Eko itu membuat banyak orang tergelak karena teringat gaya lawakan Timbul, pentolan Srimulat.
Namun, sebelum Eko melangkah lebih jauh tanpa tongkat, pembawa acara, Sigit, mengambil tongkat kemudian memberikannya dan menyilakan menuju tempat duduknya.
Berlian Organizer Semarang memberikan penghargaan, antara lain, kepada anggota DPR RI Bambang Soesatyo (Partai Golkar), Dewi Aryani (PDI Perjuangan), dan M. Romahurmuziy (PPP).