Jumat 21 Feb 2014 19:53 WIB

Agreement RI-Saudi Harus Diikuti Perlindungan TKI di Dalam Negeri

Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar (kanan) dan Menaker Arab Saudi Adiel M Fakeih, menandatangani naskah kerja sama tentang penempatan dan perlindungan TKI sektor domestic worker di Riyadh, Arab Saudi, Kamis (20/2).
Foto: Antara
Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar (kanan) dan Menaker Arab Saudi Adiel M Fakeih, menandatangani naskah kerja sama tentang penempatan dan perlindungan TKI sektor domestic worker di Riyadh, Arab Saudi, Kamis (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Agreement antara Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) RI dan Pemerintah Arab Saudi terkait perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, harus diikuti dengan berbaikan sistem perlindungan di dalam negeri.

Koordinator Seknas Jala PRT, Lita Anggraini menyambut baik adanya agreement tersebut. Namun tetap harus diikuti dengan perbaikan sistem yang melindungi PRT di dalam negeri sendiri.

Saat ini, di Arab Saudi sendiri terdapat 1,2 Juta TKI yang berprofesi sebagai PRT. Menurut Lita, mereka sangat rentan dieksploitasi karena di negeri mereka sendiri belum ada payung hukum yang tegas melindungi mereka.

"Saya harapkan, agreement tersebut jangan dulu diikuti oleh moratorium-moratorium lain. Sampai sekarang saya belum mengetahui rinciannya seperti apa. Ini yang harus dijelaskan kepada publik," tuturnya.

Lita mengatakan, yang terlebih penting bagi pemerintah adalah perbaikan sistem untuk melindungi PRT berupa pengesahan UU Perlindungan PRT dan Ratifikasi Konvensi ILO 189. Dengan adanya perhatian DPR dan pemerintah akan RUU PPRT tersebut sudah sangat membantu PRT untuk mendapatkan hak mereka secara layak.

"Jadi apapun itu, harus dibenahi dulu sistem di dalam negri, karena di situlah permainan para egen TKI. Seperti contoh, saat ini pendidikan dan pelatihan TKI masih dikelola swasta. Itu yang membuka ruang eksploitasi," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement