REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Republika melakukan wawancara khusus dengan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini pada Kamis (20/2) lalu. Tokoh perempuan yang kerap disapa Risma ini mengungkapkan banyak hal, termasuk tanggapannya seputar dukungan sejumlah pihak dan hasil survei yang menjadikannya sebagai calon presiden (capres) alternatif.
Berikut hasil wawancara dengan Risma;
Tanya: Banyak media menyebut ibu berpotensi menjadi pemimpin Indonesia. Apa pendapatnya?
Jawab: Sebetulnya aku tidak mau ketemu media. Terus terang aku tidak nyaman. Kalau aku dibilang pencitraan aku ini mau apa sih? Aku dibilang poling aku bagus. Aku nggak pernah baca soal itu-itu. Aku tidak reken masalah itu (pencitraan). Bisa bayangkan tidak, betapa beratnya jadi wali kota, apalagi jadi presiden?
Terus dibilang aku pura-pura kalau blusukan ke tempat orang-orang susah. Padahal itu aku lakukan supaya aku bisa bersyukur. "Hei Risma kamu itu harusnya bersyukur. Ada orang yang nasibnya seperti ini (susah)".
Tanya: Ibu dianggap Walikota yang berhasil?
Jawab: Itu anda yang ngomong, bukan saya.
Tanya: Banyak dukungan kepada ibu agar tidak mundur, bagaimana ibu melihat dukungan itu?
Jawab: Aku yang penting berusaha. Sisanya tinggal aku berdoa. Rasulullah yang ajarkan supaya kita berusaha, berdoa, sisanya terserah Tuhan. Kadang itu ada pahlawan yang gugur.
Tanya: Banyak yang menganggap ibu banyak lakukan pencitraan dalam bekerja?
Jawab: Aku itu kalau selesaikan masalah sampai detail. Misalnya begini saya minta tim relawan saya supaya bisa paling pertama sampai tempat bencana. Aku tidak bisa cuma ngomong. Apa salahnya aku bantu PMK padamkan api? Apa salahnya coba? Itu melelahkan, tahu. Aku waktu debu Kelud datang langsung cari masker. Aku kordinasi dengan dinas kesehatan. Aku beli masker ada yang pakai uang pribadi. Itu bagian dari tanggung jawab aku. Aku sampai semaput. Aku diinfus. Ngapain aku pencitraan sampai begitu-begitu? Itu aku setengah mati.
Di Surabaya itu SD dan SMP aku gratiskan. Semua lansia, anak yatim piatu dapat makan sehari tiga kali. Kemudian orang cacat setiap hari aku kasih makan sehari tiga kali. Kalau aku riya itu urusan aku sama Gusti Allah. Orang-orang gila di jalan itu aku urus. Apa kita tega melihat mereka makan dari sampah? Apa orang gila dan anak SD, SMP tu akan jadi pemilih (ikut pemilu) kalau aku dibilang pencitraan?
Tanya: Apakah ibu membutuhkan dukungan politik?
Jawab: Percaya tidak? kalau aku baik dukungan itu akan datang dari Gusti Allah. Tuhan itu kan tahu aku benar atau tidak. Nanti lihat saja kalau setelah ini aku berdoa. Aku itu kalau ngomong blak-blakan. Tidak dibagus-bagusi. Aku ngamuk ya ngamuk. PKL yang masih jualan di atas jam aturan, aku tendang ya tendang beneran. Berani aku. Aku suruh minggir ya minggir mereka. Coba lihat sehari-hari apa aku pencitraan?
Tanya: Ini gaya kepemimpinan Ibu?
Jawab: Ini bukan soal gaya-gayaan. Apa yang aku pikirkan ya keluar begitu saja. Aku ingin selesai masalah sekarang itu juga. Karena kalau tidak begitu, nanti molor lagi masalahnya. (Misal) Orang-orang Dolly itu kan tidak terima sama aku karena mau nutup. Tapi aku jelaskan. Aku diancam mau dihantemi. Aku bilang ayo hantemi. Jangan kan dihantemi dibunuh saja aku siap. Jadi seperti itu. Aku tidak pernah ngomong seperti ini.