REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank sampah di Kelurahan Malaka Sari, Jakarta Timur, menjadi percontohan dalam pengelolaan sampah baik dari dalam maupun luar negeri.
"Sekitar dua bulan yang lalu mahasiswa dari Universitas Nagoya Jepang datang untuk melihat bank sampah kita," kata pelopor bank sampah, Prakoso, di Jakarta, Kamis.
Bukan hanya sekedar melihat, tapi mereka juga belajar bagaimana mengelola sampah di bank sampah dan keuntungan dari bank sampah, tambah Prakoso.
Selain itu, mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia seperti Unversitas Padjajaran, Institut Pertanian Bogor (IBP) dan sejumlah universitas lainnya juga menjadikan bank sampah di Malaka Sari sebagai bahan skripsi.
Sejumlah pemerintah daerah juga sudah melakukan studi banding pengelolaan sampah di bank sampah yang berdiri sejak 2008 itu seperti Samarinda, Bali, Tarakan, NTB dan daerah lainnya.
Bank sampah di Kelurahan Malaka Sari merupakan satu-satunya yang berstatus "gold" dalam program Jakarta Green and Clean karena berdasarkan jumlah nasabahnya sudah lebih dari 300 orang dan sampah yang dikelola setiap bulan mencapai 2-2,5 ton.
Bank sampah merupakan konsep pengelolaan sampah yang dipilah antara sampah organik dengan non organik dan memiliki manajemen layakna perbankan tapi yang ditabung adalah sampah.
Sampah kering atau non organik dikumpulkan dan akan dijual ke pengepul atau diolah menjadi barang kerajinan tangan seperti tas dari plastik kemasan.
Sedangkan sampah organik diolah menjadi pupuk kompos yang juga bernilai ketika dijual.
Uang yang terkumpul dari hasil menabung sampah tersebut bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari atau ditukarkan dengan sembako.