REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengawasan terhadap setoran uang pengganti korupsi dan tilang yang selama ini menjadi tanggung jawab kejaksaan menjadi sorotan. Hal ini menyusul terungkapnya praktek penggelapan uang pengganti korupsi dan tilang yang dilakukan bendahara Kejaksaan Bandar Lampung sebesar Rp 1,4 miliar Rika Aprilia (RA).
Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengakui, memang bukan pekerjaan mudah untuk mengawasi petugas mereka khususnya di daerah-daerah dalam menjalankan tugas keuangan semacam ini. Tapi Kejakgung menegaskan, prosedur yang mereka buat sudah memenuhi segala unsur agar tidak sampai terjadi penyimpangan.
“Sebenarnya selama ini kami sudah punya sistem, kalau ada setoran (uang pengganti korupsi) dari terpidana 1x24 jam harus sudah langsung dikirimkan ke kas negara. Meski memang kemarin ada (RA) ketahuan melakukan kecurangan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Setia Untung Arimuladi di Jakarta Rabu (19/2).
Menyoal uang pengganti dan tilang ini, Untung menjelaskan, sebagai pendapatan Negara bukan pajak, kejaksaan memang berperan juga melakukan penagihan kepada pihak terpidana. Mereka yang belum menunggak pembayaran terus diminta untuk segera melunasi kewajibannya. Bila tidak, opsi hukuman kurungan subsider yang disertakan dalam vonis dapat diterapkan.
Untung mengatakan, perlu ketelitian khusus dalam menagih tunggakan yang belum dibayarkan para terpidana. Atas dasar inilah menurutnya, kejaksaan terus bekerja keras untuk dapat memenuhi isi dari setoran ini.
“Urusan uang pengganti kan diatur dalam UU Tipikor yang lama dan baru, sehingga tentu kejaksaan melakukan fungsinya, tinggal rasa tanggung jawab dari tiap personel untuk dengan baik melaksanakannya,” kata dia.
Seperti diketahui, uang pengganti korupsi dan dana tilang yang disetor oleh terpidana serta kepolisian ke kejaksaan memang menjadi ladang yang basah. Tumpukan uang di sektor ini bisa mencapai triliunan. Namun banyak permasalahan yang berpontensi muncul dari sektor tersebut.
Selain rentan digelapkan seperti yang dilakukan RA, kejaksaan juga ternyata tidak mudah dalam mengumpulkan setoran dari para terpidana. Hasil riset panjang Indonesian Corruption Watch (ICW) dan audit terakhir BPK menunjukan, setidaknya di tahun 2012 lalu, tunggakan uang pengganti korupsi menyentuh angka lebih dari Rp 10 triliun.
“Total di 2012 saja ada Rp 12,7 triliun dan 290 juta dolar Amerika, piutang uang pengganti dari para terpidana yang belum berhasil dirampas dan dikembalikan ke Negara oleh kejaksaan,” kata Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto Rabu.