Rabu 19 Feb 2014 17:49 WIB

Cendekiawan Muslimah Adukan Larangan Berjilbab Polwan ke Ketua DPR

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Mansyur Faqih
 Anggota polwan Bripka Novi mengatur lalu lintas dengan mengenakan seragam polisi berjilbab di lampu merah Bundaran HI, Jakarta Pusat, Senin (25/11).  (Republika/Yasin Habibi)
Anggota polwan Bripka Novi mengatur lalu lintas dengan mengenakan seragam polisi berjilbab di lampu merah Bundaran HI, Jakarta Pusat, Senin (25/11). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah cendikiawan perempuan muslim Indonesia menyambangi Ketua DPR, Marzuki Alie. Mereka meminta Marzuki membantu meluluskan keinginan para polwan mengenakan jilbab. 

"Kami prihatin dengan larangan polwan berjilbab. Kami mohon Ketua DPR bisa membantu," kata perwakilan perempuan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tuti Alawiyah kepada Republika di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (18/2).

Tuti mengatakan, sebenarnya tidak sulit bagi polri meluluskan keinginan para polwan berjilbab. Karena berjilbab merupakan bagian dari hak asasi seseorang dalam beragama. "Tidak ada yang berat, tapi kenapa tidak ada payung hukumnya," ujar Tuti

Menurutnya, payung hukum bagi polwan berjilbab perlu ada. Sehingga para polwan merasa lebih aman dan nyaman menjalankan tugas. "Undang-undang dan payung hukumnya harus jelas. Sehingga mereka saat berjilbab tidak merasa terintimidasi," katanya.

Tuti juga meminta institusi Polri tidak mencari-cari alasan yang bertujuan melarang polwan berjilbab. Soal ketersediaan anggaran dan keseragaman pakaian dinas misalnya, banyak para polwan yang siap membeli jilbab dari uang pribadi. Termasuk mengikuti mode jilbab yang dikeluarkan polri. "Jangan jadikan anggaran dan model jilbab sebagai alasan," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Gerakan Perempuan ICMI, Marwah Daud Nasution. Menurutnya sikap Polri yang melarang polwan berjilbab justru memprihatinkan.

Apalagi Kapolri Jendral Sutarman sempat memberi izin bagi polwan berjilbab. "Larangan ini memprihatinkan karena kapolrinya sudah memberi kesempatan tapi lalu ada keputusan yang berbeda," katanya.

Marwah menyatakan, Polri mesti merelakan keinginan polwan berjilbab. Apalagi, tidak ada keinginan dari kalangan polwan menjadikan jilbab sebagai seragam wajib. "Berjilbab bukan paksaan ini pilihan," ujarnya.

Pada akhirnya keengganan polri merestui polwan berjilbab hanya akan memperburuk citra mereka di masyarakat. Marwah percaya seandainya polwan diperkenan berjilbab maka citra polri akan positif di masyarakat. "Di saat citra mereka negatif dengan korupsi. Jilbab justru bisa menjadi gambaran positif," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement