REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gelombang dukungan agar Wali Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim) Tri Rismaharini tidak mundur terus muncul. Setelah kalangan akademisi dan pengusaha yang memberi dukungan pada Senin lalu (17/2), hari ini masyarakat Maluku yang tergabung dalam Komite Perekat Persaudaraan Maluku (KPPM) ikut lakukan hal yang sama.
Sebanyak tujuh orang perwakilan KPPM diterima Risma di balai kota, Selasa (18/2). Dalam pertemuan singkat yang hanya berlangsung lebih kurang 15 menit tersebut, Ketua KPPM Surabaya Frans Huwae menyatakan dukungannya agar Risma tetap bertahan. Komitmen KPPM juga dituangkan dalam bentuk pernyataan sikap tertulis yang diserahkan langsung kepada Risma.
Frans menyatakan, warga Maluku di Surabaya tergerak hatinya untuk menyampaikan dukungan kepada Risma. Ia menjelaskan, Risma sudah melakukan kinerja yang nyata bagi kota ini. “Surabaya tidak banjir, kotanya bersih dan nyaman. Itu sangat berarti bagi kami warga Maluku yang tinggal di sini,” katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (18/2).
Dia menegaskan, KPPM yang beranggotakan 3.000 orang di Surabaya dan 5.000 orang di Jatim tidak akan membiarkan Risma mundur dari jabatannya. Kalaupun ada tekanan yang dialami walikota, kata Frans, KPPM siap menghadapi bersama beberapa organisasi kemasyarakatan lain yang juga mendukung Risma.
“Ibu Risma sudah didaulat menjadi sesepuh warga Maluku di Surabaya pada peringatan Hari Pattimura tahun 2013. Jadi sudah menjadi kewajiban kami untuk membela beliau,” tegas Frans.
Sementara itu, Risma masih enggan berkomentar lebih jauh terkait pemicu dirinya hendak mundur. Demi menghindari polemik, dia memilih menutup rapat hal tersebut sembari menunggu momentum yang tepat. “Maaf, sekarang saya belum bisa ngomong,” katanya.
Namun Risma tidak membantah bahwa tekanan yang dihadapi berimbas pada keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Kendati demikian, dia menyatakan mencoba Istikharah memohon petunjuk dari Tuhan. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan.
“Saya ini biasa jadi pegawai negeri sipil (PNS), mungkin tidak cocok kerja di jabatan politik seperti wali kota ini,” ujarnya.