REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis antikorupsi Banten, Dahnil Anzar mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Banten berkaitan dengan dugaan ditutupi-tutupinya hasil temuan manipulasi dan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Banten yang diduga dilakukan oleh Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan birokrasinya.
"Temuan kami terdapat 40 dugaan korupsi di Pemprov Banten, namun yang ditemukan BPK justru berbeda," kata Dahnil yang juga dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) ini, Selasa (18/2)
Menurut Dahnil, BPK Banten sebagai lembaga pemeriksaan dianggap tidak melakukan peran secara benar. "Bahkan dicurigai sebagai institusi yang menutupi dan menyembunyikan prilaku korup yang dilakukan oleh dinasti Atut," katanya.
Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menyatakan gerakan antikorupsi di Banten tidak boleh berhenti pada gerakan elite, tapi harus menjadi gerakan masyarakat kebanyakan. "Karena korupsi di Banten khususnya melibatkan banyak pihak di Birokrasi, legislatif, aparatur hukum, bahkan artis, dan aktor," kata Ade.
Sebelumnya, KPK kembali menyita dan terus menelusuri aset milik Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dengan perkembangan terbaru menyita total 40 mobil yang diduga hasil dari tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
"Dalam kasus dugaan TPK dan TPPU dengan tersangka TCW (Tubagus Chaeri Wardana), sampai hari ini KPK telah menyita sebanyak 40 mobil dan satu motor besar," kata Juru Bicara KPK Johan Budi melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Senin (17/2).
Jumlah sitaan itu dimungkinkan bertambah seiring dengan kinerja penyidik dalam menelusuri berbagai aset adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah tersebut yang diperkirakan berjumlah lebih dari 100 item.