REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Guru besar Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia menilai, kelembagaan sistem subak di Bali dilemahkan, dengan meniadakan fungsi sedahan-agung.
Ia mengatakan, dengan tidak adanya lagi Sedahan Agung di masing-masing kabupaten/kota di Bali, organisasi pengairan tradisional bidang pertanian itu ibarat anak ayam yang kehilangan induknya.
"Tidak ada lagi satu lembaga khusus, seperti halnya lembaga sedahan agung, dulu, yang mengurus semua kepentingan atau keluhan subak, sehingga kini tidak ada lagi satu tempat khusus bagi subak, ke lembaga mana mereka mesti mengadu," ujar Prof Windia.
Demikian pula UU No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) justru memperlemah petani karena mengizinkan pihak swasta melakukan usaha dalam bidang SDA.
Namun tuntutan UU agar membentuk Dewan SDA, sama sekali tidak mendapatkan respon dari pemerintah provinsi Bali maupun kabupaten/kota di daerah ini. Demikian pula turunan UU No. 7 tahun 2004, yakni PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi yang menuntut dibentuknya Komisi Irigasi juga sama sekali tidak ada wujudnya.
Prof Windia mengingatkan, pentingnya Dewan Sumber Daya Air dan Komisi Irigasi adalah sebuah lembaga di mana subak dapat mengadu untuk memperjuangkan kepentingannya.
"Justru yang banyak dibentuk pemerintah adalah komisi-komisi yang berbau politik seperti Komisi Informasi dan Komisi Penyiaran," ujar Prof Windia.