REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Komisi A DPRD DIY meminta sosialisasi revitalisasi kantor Pemda DIY yang juga kantor Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X belum efektif.
Sehingga masyarakat di Jalan Suryatmajan, Yogyakarta yang terkena penggusuran masih kebingungan dan menolak revitalisasi Komplek Kepatihan yang merupakan Kantor Pemda DIY dan Gubernur DIY.
Hal itu dikemukakan Wakil Ketua Komisi A Haris Sutarto pada wartawan usai audiensi dengan Paguyuban Warga Suryatmajan yang didampingi oleh kuasa hukumnya Ramdlon Naning di Ruang Komisi A DPRD DIY, Kamis (13/2).
Menurut Sutarto, langkah dari eksekutif terburu-buru. Mereka merasa sudah melakukan sosialisasi tiga kali tetapi tidak dimengerti warga Suryatmajan terutama yang tanahnya akan digusur untuk pengalihan pintu gerbang komplek Kepatihan.
Hal itu juga diakui Sekretaris Paguyuban Suryatmajan Dedi Efendi. Pada 2009 sudah ada rencana revitalisasi, tetapi pada 2010 ada orang jual beli tanah diloloskan. "Seharusnya kan diingatkan kalau akan dilakukan revitalisasi. Karena sudah terlanjur membeli tanah, pembeli tanah kan dirugikan cukup banyak," katanya mengungkapkan.
Menurut dia, sosialisasi soal revitalasi dilakukan pada 2012 tetapi seperti intimidasi bahwa mereka akan digusur. "Selanjutnya tahun 2013 warga Suryatmajan disuruh memiliki data tanah yang dimiliki," kata Dedi.
Sejak 1927 nenek Dedi memiliki tanah di Suryamajan seluas 900 meter sejak 1927 dan tanah tersebut disertifikatkan tahun 1947. "Sekarang sebagian dari tanah tersebut disewa-sewakan untuk usaha," katanya.
Selanjutnya Ketua DPRD DIY Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksana memohon kepada Tim Revitalisasi Kepatihan agar Komisi A dilibatkan dalam kegiatan revitalisasi Kepatihan. Hal ini mencegah supaya bila terjadi sesuatu hal di kemudian hari tidak terjadi penyesalan.
"Kami berharap pertemuan warga Suryatmajan dengan Komisi A DPRD DIY menjadi bagian integral dari revitalisasi Komplek Kepatihan," ujarnya.
Penolakan warga Suryatmajan juga tampak jelas karena di depan rumah atau tempat usaha mereka terpasang spanduk-spanduk yang bertuliskan antara lain: 'Pemilik tanah Suryatmajan menolak revitalisasi Komplek Kepatihan', 'Kami pemilik tanah resah revitalisasi Komplek Kepatihan', 'Revitalisasi komplek Kepatihan Tidak pro rakyat', 'Jangan rebut tanah milik kami', 'Kami tidak mau jadi korban pembangunan', 'Tolak kebijakan tidak pro rakyat'.