REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uji materi (judicial review) terhadap Undang-Undang (UU) Mahkamah Konstitusi (MK) No4 Tahun 2014 diputus hari ini, Kamis (13/2). Ada kekhawatiran mahkamah tersebut menjadi lemaga peradilan tanpa pengawas eksternal.
Direktur Eksekutif Correct, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Refly Harun mengatakan, peraturan perundang-undangan No 1 Tahun 2013 yang kini menjadi UU MK berisi tiga hal penting yang dibutuhkan MK dan masyarakat.
Tiga hal tersebut adalah mengenai syarat calon hakim konstitusi. Di mana tidak berasal dari partai politik (parpol) atau tidak aktif sekurang-kurangnya 7 tahun. Lalu, pembentukan panel ahli dan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK).
"Kalau dikabulkan kami akan kutuk keras. Tapi kalau tidak dikabulkan kami akan memuji MK," Refli kemarin.
Menurutnya, apabila hakim konstitusi mengabulkan uji materi itu, sama saja dengan menjatuhkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap peradilan tinggi tersebut. Ditambah, MK saat ini dinilai memiliki sejumlah persoalan yang belum tuntas.
Dia menyebutkan, beberapa persoalan diantaranya, pernyataan Akil soal putusan hasil Pilgub Jatim, Surat Keputusan (SK) pengangkatan dua hakim konstitusi yang digugat di PTUN DKI Jakarta yaitu Patrialis Akbar dan Maria Farida Ulfa.
"Selain itu, belum ada hakim pengganti Akil dan Harjono di MK," ujar dia.