REPUBLIKA.CO.ID, Pesantren adalah tempat menimba ilmu agama. Awamnya yang datang adalah orang-orang yang punya keinginan untuk meningkatkan ilmu agamanya. Namun Kementrian Agama mengenalkan sebuah konsep pesantren yang berbeda. Dengan nama Program Pendidikan Terpadu Anak Harapan (Dikterapan), pihaknya sebagai tangan pemerintah mengimbau kepada para pesantren untuk menerima anak jalanan sebagai santrinya.
Kehidupan anak jalanan itu sangat keras. “Mereka banyak yang menjadi korban kekerasan seksual, fisik, dan perbuatan kriminal,” ujar Menteri Agama, Suryadharma Ali, beberapa waktu lalu.
Selain tak punya ada perlindungan, anak-anak jalanan ini juga jauh dari dunia pendidikan. “Masa depan mereka pun akan berkutat pada jalan kekerasan terus menerus,” ujarnya.
Untuk itu, anak-anak yang masih rentan tersebut, menurutnya perlu dirangkul. Pondok pesantren menjadi lembaga yang bisa membimbing anak-anak jalanan tersebut ke jalur yang benar. “Mereka perlu diasramakan, untuk itu pondok pesantren yang paling tepat,” katanya.
Jika tidak menggunakan sistem asrama, hanya sekolah saja menurutnya kurang efektif. Karena nanti ketika sepulangnya dari sekolah, mereka akan kembali ke lingkungan yang keras tersebut. Namun ia mengakui bukan sebuah hal yang mudah untuk mendidik anak-anak jalanan tersebut.
Banyak dari anak jalanan ini yang tidak tertarik mengikuti program ini, ada pula yang sudah ikut namun kemudian lari karena tidak betah dengan asrama dan sistem pengajaran pondok pesantren. Ia mengatakan, hal-hal seperti ini merupakan sebuah tantangan yang biasa dihadapi.
Ia masih optimis ada anak-anak jalanan di luar sana yang ingin keluar dari lingkungan keras tersebut, namun tak tahu harus kemana. Sistem asrama untuk anak jalanan seperti ini, juga bisa dilakukan oleh ormas-ormas atau lembaga dari agama lain. “Saya kira agama lain juga sudah banyak melakukan hal seperti ini, program ini patut untuk diteruskan dan dikembangkan lagi,” katanya.