REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII Ace Hasan Syadzily menginginkan agar pembahasan rancangan peraturan pemerintah (PP) mengenai besaran tarif penghulu dibahas bersama-sama di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Meskipun itu domain pemerintah, tapi selama ada kaitannya dengan masyarakat DPR mempunyai otoritas atau kewenangan mengenai apa yang berkembang di masyarakat," ujar anggota DPR dari Fraksi Golkar ini, Selasa (11/2).
Prinsipnya, lanjutnya, DPR menyetujui mengenai penetapan besaran tarif pencatatan nikah bagi penghulu. Namun, Ace meminta agar biayanya jangan sampai memberatkan masyarakat. Dia juga setuju masyarakat tidak mampu dibebaskan dari biaya penghulu.
Namun, ia mengimbau besaran tarif penghulu yang menikahkan di luar jam kerja dan di luar Kantor Urusan Agama (KUA) sebesar Rp 600 ribu dikaji ulang. Biaya tersebut sebaiknya diperhitungkan berdasarkan medan di masing-masing daerah.
"Kondisi di Pulau Jawa berbeda dengan di luar Jawa. Ada penghulu yang harus menyeberangi pulau. Biaya itu tentu tidak cukup. Sedangkan bagi yang jaraknya tidak jauh, jumlah Rp 600 ribu bisa jadi terlalu besar," ujarnya.
Rancangan peraturan mengenai tarif penghulu rencananya akan dibahas di Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat bersama kementerian terkait.
Dalam draft disebutkan biaya penghulu yang menikahkan di luar jam kerja dan luar KUA sebesar Rp 600 ribu.
Menikah di KUA Rp 50 ribu. Sedangkan bagi warga miskin tidak dikenakan biaya alias gratis.