REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono membantah bus Transjakarta serta Bus Kota Terintegrasi Busway (BKTB) yang mengalami kerusakan adalah barang hasil rekondisi alias bekas. Menurut Pristono, kerusakan terjadi akibat proses pengiriman, bukan karena kualitas barang yang buruk.
Dia menjelaskan, bus dengan kabin tinggi hanya ada di Jakarta dan Bogota, Kolombia. Bedanya, kata dia, bus di Kolombia menggunakan bahan bakar solar. "Bus ini diproduksi berdasarkan pesanan. Jadi tidak mungkin rekondisi," kata dia saat menggelar jumpa pers di Balai Kota, Senin (10/2).
Meski demikian, kata Pristono, kerusakan yang terjadi pun bukan masalah besar. Sebab, komponen yang mengalami kerusakan hanya komponen kecil. "Kalau kerusakannya major item (komponen besar) tidak mungkin dijalankan bus itu," kata dia.
Sementara itu, Presiden Direktur PT San Abadi, Indra Krisna, selaku Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) mengatakan, kerusakan pada bus terjadi ketika proses pengiriman dari Shanghai, Cina ke Jakarta.
Indra menjelaskan, pihaknya mengirimkan bus Transjakarta dalam dua paket. Paket pertama yang terdiri dari 29 bus, kata dia, sampai ke Jakarta tepat waktu tanpa ada masalah. Sementara, pada pengiriman paket kedua sebanyak 31 bus terjadi masalah karena cuaca buruk.
Menurut Indra, bus mulanya dijadwalkan tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada 3 Desember. Bus sudah berangkat dari Pelabuhan Shanghai pada 20 November. Namun, lanjut Indra, baru tiga hari berlayar kapal yang mengangkut bus harus kembali lagi ke Pelabuhan Shanghai karena cuaca buruk. Sehingga, bus baru bisa berangkat lagi pada pertengahan Desember.
"Waktu pengiriman yang seharusnya 14 hari menjadi enam minggu. Barang apa pun yang terapung di laut selama enam minggu pasti akan rusak," kata dia dalam kesempatan yang sama.
Indra juga menjamin bus yang dikirimnya berupa bus baru. Hal itu, kata dia, bisa dilihat dari nomor rangka mesin.