REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali mencurahkan isi hati soal hubungannnya dengan pers. Selama menjabat sebagai kepala negara, SBY merasa pemberitaan pers kurang bersahabat.
"Yang ingin saya sampaikan, selama refleksi 10 tahun pers kurang bersahabat terhadap saya," kata SBY dalam acara peringatan Hari Pers Nasional di Bengkulu, Ahad (9/2).
SBY menyatakan saban hari selalu mendapat kritik dan kecaman dari pers. Tak jarang, serangan itu juga mengarah kepada keluarganya. "Tiada hari tanpa kritik dan kecaman. Tiada hari tanpa pergunjingan atas saya dan keluarga," ujarnya.
Alih-alih marah dan kesal, SBY justru berterima kasih dengan kritikan dan kecaman yang diberikan pers. Karena hal itu justru membuatnya tidak tergoda menyalahgunakan kekuasaan dan lebih cermat mengambil keputusan.
"Ada jasa pers dengan saya terus dikritik dan diserang. Saya justru bisa bertahan. Alhamdulillah terima kasih banyak pers," katanya.
Saat reformasi bergulir, SBY merasa menjadi tokoh TNI yang turut memperjuangkan kemerdekaan dan kebebasan pers. Dia berharap kemerdekaan dan kebebasan pers bisa memberi gairah positif kepada masyarakat dalam memajukan bangsa.
Sementara itu peserta konvensi capres Partai Demokrat yang juga mantan juru bicara SBY, Dino Pati Djalal mengatakan pernyataan SBY menunjukan kesadaran penuh akan pentingnya pers di Indonesia. Menurut Dino, SBY belajar banyak dari negara-negara yang terjerambab dalam kehancuran karena membelenggu kebebasan pers.
"SBY tahu di negara transisi lainnya selalu ada godaan bagi seorang pemimpin memperluas kekuasaan dengan berbagai cara seperti membelenggu kebebasan pers," katanya.