Jumat 07 Feb 2014 17:14 WIB

Intimidasi Polwan Berjilbab, Oknum Polri Bisa Dipidanakan

Rep: c57/ Red: Karta Raharja Ucu
Jilbab (ilustrasi)
Foto: ROL
Jilbab (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM mengancam anggota Polri yang mengintimidasi dan melakukan diskriminasi terhadap polwan berjilbab, bisa dipidanakan.

Sebab, perbuatan itu melanggar HAM yang paling asasi dan bertentangan dengan sejumlah aturan dan falsafah Indonesia.

Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution, mengungkapkan, aturan yang dilanggar oknum Polri yakni sila pertama Pancasila, Pasal 28 E ayat 1, 28 I ayat 1 dan Pasal 22 UUD 1945, serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 22 ayat 1 dan Pasal 4.

Namun, Manager berkata Komnas HAM tidak memiliki kewenangan mempidanakan seseorang dalam kasus pelanggaran HAM.

"Karena tindak pidana itu ranahnya Polri dan sifatnya individu. Kalau Komnas HAM berfungsi memberi rekomendasi kebijakan terkait HAM pada pemerintah, termasuk Polri," ucap Maneger saat berbincang dengan ROL, Jumat (7/2).

Jadi, polwan yang mengalami tindakan diskriminasi atau intimidasi dari oknum Polri sangat bisa mengajukan gugatan pidana ke pihak kepolisian. Sebab, dasar hukumnya sudah jelas.

Selain itu, kata Manager menerangkan, langkah lain yang bisa dilakukan adalah masyarakat mengajukan gugatan 'class action' kepada Polri.

Komnas HAM juga ingin memastikan kenyamanan dan keamanan polwan berjilbab dari tindakan diskriminasi dan intimidasi.  Jadi, dalam kasus ini, Komnas HAM melakukan tindakan-tindakan persuasif kepada Polri.

Karenanya, pihaknya mendesak Kapolri Jenderal Polisi Sutarman secepatnya mengesahkan Surat Keputusan (SKep) Kapolri tentang aturan jilbab Polwan.

Diungkapkan Manager, Komnas HAM berencana melakukan penelitian lapangan ke Pusat Pendidikan (Pusdik) Polri di Semarang. Sebab, sudah ada salah satu polwan yang mengadu kepada Komnas HAM perihal perlakukan intimidasi dan diskiriminasi dari atasannya di Pusdik Polri, Semarang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement