Selasa 04 Feb 2014 22:15 WIB

Gerakan Berjilbab Menguat

Hijabers Community (Ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA
Hijabers Community (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi

Kebijakan larangan berjilbab sudah sangat kuno.

JAKARTA-- Peringatan Hari Hijab Dunia yang kedua pada awal Februari 2014 semakin mendorong upaya memopulerkan jilbab. Hijabers Community (HC) menggagas program 10 ribu jilbab untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan.

Menurut Dwina Arini dari Divisi Acara HC Jakarta, program ini pertama kali dibuat tahun lalu, bersamaan dengan peringatan Hari Hijab Dunia pertama. Alhamdulillah masih berjalan sampai sekarang, katanya, Senin (3/2).

Jilbab yang terkumpul mereka bagikan ke sejumlah wilayah. Misalnya, wilayah Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, Depok, dan wilayah terpencil di Indonesia. Penyaluran jilbab dilakukan melalui kerja sama dengan perpustakaan mini milik penulis Asma Nadia.

Dwina mengatakan, program pembagian jilbab berlangsung seiring semakin banyaknya Muslimah yang berjilbab. Bahkan, jilbab semakin melekat dan menjadi salah satu ciri khas perempuan di Indonesia. Di sisi lain, HC tak berhenti berdakwah agar lebih banyak yang berjilbab.

Pengajian mereka gelar dengan tujuan memberikan pengetahuan dan pemahaman lebih dalam soal jilbab. Kami juga membangun dukungan untuk Muslimah berjilbab termasuk polisi wanita melalui media sosial, kata Dwina.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Siti Noordjanah Djohantini mengatakan, perkembangan jilbab di Indonesia sangat positif. Jilbab menunjukkan nilai agama yang bisa selaras dengan kultur bangsa. Ia juga berharap pemakaian jilbab didasarkan pada kesadaran agama.

Karena itu, Noordjanah mendorong agar kecenderungan berjilbab diiringi kepekaan sosial. Mereka yang berjilbab mestinya suka membantu orang yang sedang mengalami kesusahan. Jadi, jangan  sampai ini menjadi sekadar tren fesyen, katanya.

Ini berarti Muslimah tak hanya fokus pada penampilan, lalu mereka mengeluarkan uang berlebih untuk membeli jilbab. Noordjanah mengapresiasi Muslimah berjilbab yang tampil modis dan tetap peduli pada orang-orang di sekelilingnya.

Noordjanah pun mengecam keras jika masih ada pelarangan pemakaian jilbab. Itu kuno sekali, padahal di Indonesia pemakaian jilbab yang merupakan ekspresi keyakinan agama dijamin konstitusi. Pelarangan itu melanggar hak asasi manusia.

Tak ada alasan apa pun yang dibenarkan untuk melarang Muslimah menggunakan jilbab di semua institusi. Noordjanah mengaku dapat merasakan polisi wanita yang belum tenang saat ingin mengenakan jilbab. Sebab, sampai sekarang belum ada aturan jelas dari kepolisian.

Kejelasan aturan akan membuat mereka bekerja lebih nyaman. Kinerja mereka diyakini semakin membaik karena dapat leluasa menjalankan keyakinan agamanya. Saat ini mereka ingin berjilbab tetapi merasa was-was karena aturannya belum tuntas, kata Noordjanah.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa Amaliah berpandangan sama dengan Noordjanah. Menurut dia, aturan jilbab di semua institusi tinggal merujuk pada konstitusi yang berlaku. Ia menyebut isu jilbab polisi wanita sebenarnya merupakan hal sederhana.

Para polisi wanita itu hanya berkeinginan menjalankan keyakinan agama yang dianutnya. Ia mendesak agar persoalan ini diselesaikan dengan cepat. Tak usah lama-lama nanti polemiknya berkepanjangan, kata Ledia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement