REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan sedang menyelidiki adanya potensi penyalahgunaan atau pelanggaran dalam importasi beras 16.900 ton asal Vietnam yang menimbulkan polemik di Pasar Induk Cipinang.
"Ditjen Bea dan Cukai segera melakukan antisipasi dan menyikapi potensi penyalahgunaan di tingkat operasional pada sistem pelayanan dan pengawasan kepabeanan," ujar Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Susiwijono Moegiarso dalam keterangan pers tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Susiwijono mengatakan Ditjen Bea dan Cukai akan melakukan antisipasi dan melakukan penyempurnaan atas ketentuan impor beras dengan mengubah proses penelitian perijinan impor beras terkait surat persetujuan dan proses rekonsiliasi terkait dokumen PIB di portal Indonesia National Single Window.
"Ini yang tadinya sepenuhnya diotomasikan, diubah menjadi melalui proses Analyzing Point atau ada petugas Ditjen Bea dan Cukai yang khusus meneliti perijinan, untuk meningkatkan pengawasan atas kemungkinan penyalahgunaan perijinan," ujarnya.
Kemudian, lanjut dia, dengan mengubah tingkat risiko di Profilling-System Ditjen Bea dan Cukai serta meningkatkan tingkat risiko atas semua importansi beras, terutama untuk importasi yang dilakukan importir selain Perum Bulog.
"Kebijakan tersebut akan dimonitor dan dievaluasi secara periodik setiap minggu oleh Direktorat P2 bersama dengan Direktorat Teknis Kepabeanan, PPKC dan IKC," kata Susiwijono.
Ia mengatakan seluruh importansi beras 16.900 ton dari Vietnam telah sesuai dengan prosedur dan ketentuan terkait ketentuan impor beras karena ada surat persetujuan impor dan laporan surveyor serta direkonsiliasi secara otomatis melalui portal Indonesia National Single Window.
Namun, diduga ada potensi pelanggaran dalam pelaksanaan impor, karena impor menggunakan surat persetujuan yang diperuntukkan bagi beras khusus, padahal beras tersebut diduga beras umum yang seharusnya diimpor oleh Perum Bulog.
"Ini terjadi mengingat kode HS antara kedua jenis beras tersebut sama yaitu 1006.30.99.00. Ditjen Bea dan Cukai sedang melakukan penyelidikan dan investigasi atas dugaan pelanggaraan ini, termasuk penelitian terhadap laporan surveyor," ujar Susiwijono.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 06/M-DAG/PER/2/2012, impor beras dengan pos tarif 1006.30.99.00 dilakukan untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, dan kerawanan pangan serta merupakan beras dengan ketentuan tingkat kepecahan paling tinggi 25 persen.
Beras tersebut hanya dapat diimpor oleh Perum Bulog setelah mendapatkan persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan, serta wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di pelabuhan muat negara asal oleh Surveyor yang ditunjuk.
Dari data impor yang ada di Ditjen Bea dan Cukai, tercatat ada 58 perusahaan importir (selain Perum Bulog) yang mengimpor beras selama tahun 2013 melalui Tanjung Priok dan Belawan, dengan kode HS 1006.30.99.00 dari Vietnam, dengan total 16.900 ton yang dilengkapi Surat Persetujuan Impor (SPI) dan Laporan Surveyor.