REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja menyambut baik kebijakan dana saksi pemilu untuk pemilu 2014.
"Dengan dialokasikannya anggaran untuk saksi pemilu sehingga menimbulkan kesetaraan pada seluruh saksi untuk semua partai politik peserta pemilu," kata Hakam di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (27/1).
Menurut dia, adanya kebijakan dana saksi pemilu itu memiliki beberapa aspek positif. Selain memunculkan kesetaraan, dana pemilu juga bisa menjadi pintu masuk pembiayaan partai politik oleh negara.
Sasaran lainnya, kata dia, mendorong pelaksanaan pemilu lebih demokratis. Sementara sasaran jangka panjang bisa menekan potensi korupsi.
"Selama ini partai politik mencari dana sendiri, untuk membiayai operasionalnya termasuk untuk saksi pemilu. Tapi kita tidak tahu sumbernya dari mana saja, karena tidak diaudit," ujar politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
Menurutnya, dana partai politik yang diaudit hanya bantuan dari pemerintah. Yakni sebesar Rp 108 per satu suara kepada sembilan partai politik yang berada di DPR.
Total seluruh alokasi anggaran bantuan pemerintah yang dikonversi dengan perolehan suara pada pemilu 2009 ada sekitar Rp 11 miliar.
Sedangkan, dana saksi pemilu untuk seluruh partai politik peserta pemilu 2014 jumlahnya sekitar Rp 700 miliar. Dengan asumsi sekitar Rp 50 miliar per partai politik. "Karena jumlah partai politik peserta pemilu ada 12 partai," katanya.
Hakam menjelaskan, dana tersebut tidak langsung diserahkan kepada partai politik. Tapi melalui Bawaslu. Partai politik, hanya merekrut saksi-saksi pemilu dan didaftarkan ke Bawaslu. "Soal teknis penyampaiannya, kita juga belum tahu. Kita tunggu saja Bawaslu yang akan membuat prosedurnya," katanya.