REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk menanggulangi bencana banjir di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) belum tentu efektif.
Apalagi pelaksanaan TMC oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Pengkajian dan Penerpan Teknologi (BPPT) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta juga sangat terlambat. Akibatnya potensi kegagalan program TMC di Wilayah Jabodetabek semakin besar,
Pakar Fisika Universitas Indonesia (UI), Muhammad Hikam, menyatakan, terdapat banyak sekali variabel-variabel teknis yang menentukan kondisi cuaca di Jakarta. "Pelaksanaan program TMC yang tepat waktu saja belum tentu berhasil mencegah banjir di Jakarta. Apalagi pelaksanaannya sangat terlambat, tentu semakin tidak efektif mencegah banjir," ujar Hikam kepada ROL, Kamis (23/1).
Menurut Ketua Program Vokasi UI ini, meskipun jangka waktunya dua bulan, biaya Rp 20 Miliar yang digelontorkan BPPT belum tentu berhasil mencegah banjir. "Cuaca di Jakarta tidak bisa dilokalisir karena sangat terpengaruh oleh kondisi parameter cuaca di wilayah lain. Sifatnya sangat technical, tuturnya.
Hikam menuturkan, beberapa variabel yang sangat menentukan cuaca di Jakarta adalah, pertama, kecepatan angin di Laut Selatan, benua Australia, bahkan dari Antartika. Kedua, kelembaban udara di wilayah-wilayah selain Jakarta, seperti di Sumatra dan pengunungan Halimun, wilayah Jawa Barat. Ketiga, Suhu di berbagai tempat di dunia.
"Semuanya saling berpengaruh dan terkait satu sama lain (interkoneksi)," ujar Hikam.