Kamis 23 Jan 2014 23:02 WIB

Kerugian Banjir 2007 Mencapai Rp 5,16 Miliar

Banjir merendam sejumlah makam di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat, Kamis (23/1).  (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Banjir merendam sejumlah makam di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat, Kamis (23/1). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerugian akibat banjir secara global diprediksikan terus meningkat mencapai 52 miliar dolar AS per tahun pada tahun 2050 jika tidak dilakukan upaya-upaya untuk menekan dan mengantisipasi dampak bencana banjir.

"Berdasarkan data Nature Climate Change Report, kerugian rata-rata akibat banjir pada 2005 secara global diperkirakan mencapai 6 miliar dolar AS pertahun, dan diperkirakan dapat meningkat menjadi 52 miliar dolar AS pertahun pada 2050," kata pengamat dari Autodesk ASEAN Gianluca Lange di Jakarta, Kamis (23/1).

Untuk Indonesia, kata Lange, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Indonesia telah melaporkan jumlah kerugian ekonomi akibat banjir di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) pada awal Februari 2007 diperkirakan mencapai Rp5,16 triliun.

Bahkan menurut Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, banjir besar yang terjadi pada awal 2013 di Jakarta menyebabkan kerugian ekonomi lebih dari Rp20 triliun.

"Melihat kenyataan tersebut, pemerintah harus menemukan cara baru untuk mencegah dan mengurangi kerusakan akibat banjir. Ini termasuk pembangunan infrastruktur, pemeliharaan jangka panjang, serta kesiapsiagaan pada saat terjadi bencana," katanya.

Saat ini, kata dia, teknologi sudah terbukti dapat memberikan andil penting bagi pembuat kebijakan salah satunya dalam hal memprediksi perilaku lingkungan yang telah terbentuk atau yang akan segera terbentuk pada saat terjadinya krisis.

Menurut dia, teknologi canggih menyediakan metode proaktif yang secara lebih efektif membantu mewujudkan masyarakat yang tahan terhadap bencana.

Lange berpendapat, selama ini desain atau rancang bangun yang tidak terencana dengan baik menjadi penyebab utama dari banyak kerusakan yang terjadi pada saat bencana, termasuk banjir, gempa bumi, tsunami atau bencana alam lainnya.

"Bangunan dan infrastruktur penting hancur karena bangunan tersebut memang tidak dirancang dengan kekuatan untuk menahan gempuran alam yang kini kian kuat," katanya.

Oleh sebab itu, pihaknya menawarkan teknologi maju yang mampu mengakomodir arsitektur, desain teknik serta data geospasial untuk mendukung pembuat kebijakan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

Kota-kota tersebut dapat menggunakan data geospasial yang tepat dan menerapkannya pada seluruh siklus infrastruktur, termasuk operasional dan pemeliharaan.

"Integrasi ini memungkinkan terjadinya perubahan signifikan untuk memenuhi kebutuhan perencanaan dan pengaturan tata kota," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement