REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir bandang yang menerjang enam kota/kabupaten di Sulawesi Utara (Sulut) disebut-sebut disebabkan oleh curah hujan yang tinggi akibat awan dari Filipina bergeser ke wilayah itu.
Dampaknya, empat sungai besar yang melintasi Manado meluap sedangkan airnya menerjang kota/kabupaten di sekitar daerah itu.
Namun Kementerian Pekerjaan Umum (PU) memiliki pandangan lain. Menteri PU Djoko Kirmanto mengatakan, kementeriannya melihat bencana banjir bandang Manado tak lepas dari tangan manusia.
Dia mengatakan, pembangunan yang masif di daerah Manado sebagai pusat Sulut membuat perbukitan kaya pohon di sana menjadi gundul.
“Padahal daerah yang berbukit-bukit itu rawan banjir bandang, dengan gundul karena banyak perumahan dan vila akibatnya terjadi bencana,” ujar Djoko dalam konferensi persnya di Kantor Kementerian PU Jakarta Rabu (22/1).
Djoko mengatakan, di Manado, adanya tanah kosong tidak akan dibiarkan lama. Sekalipun itu ada di daerah bukit, tanah kosong itu kerap kali langsung dimanfaatkan untuk dijadikan bangunan.
Imbasnya, tanah perbukitan di sana sulit menyerap air sehingga turunnya hujan langsung menggenangi sungai-sungai di Manado.
“Jadilah banjir bandang, ini yang harus dibenahi kesadaran masyarakatnya. Kalau dari PU hanya betulkan drainase dan normalisasi sungai tidak akan terlalu berpengaruh sebelum ada kesadaran masyarakat soal ini,” ujar dia.
Seperti diketahui, banjir bandang dan longsor di Sulut telah terjadi dalam dua tahun terakhir dalam fase yang sama. Setiap kali hujan lebat turun berhari-hari di awal tahun, sungai-sungai di Manado akan meluap dan menimbulkan banjir bandang.
Dampaknya, pemerintah daerah setempat menyebut kerugian akibat bencana alam ini dalam materi mencapai Rp 1,8 triliun. Selain itu, belasan orang tewas dan beberapa lainnya masih dinyatakan hilang.