REPUBLIKA.CO.ID, PAMANUKAN -- Asep Asari (36 tahun), salah seorang koordinator pengungsi asal Desa Mulyasari, Kecamatan Pamanukan, mengatakan, selain sembako dan air bersih, pengungsi juga membutuhkan bantuan psikologis. Terutama, bagi anak-anak. Sebab, bencana banjir ini telah merenggut keceriaan anak-anak.
"Selama di pengungsian, anak-anak ini terlihat muram dan shock. Apalagi, jika malam hari, banyak balita yang menangis ingin pulang ke rumahnya," ujar Asep, Rabu (22/1).
Sampai saat ini, pemulihan psikologis korban banjir belum mendapat perhatian. Padahal, kondisi ini sangat dibutuhkan. Sepertinya, tak hanya anak-anak, orang dewasa juga banyak yang shock dan trauma akibat banjir ini.
Dengan kata lain, belum ada satu pihakpun yang memerhatikan kebutuhan pengungsi, untuk memulihkan dari rasa trauma dan shock pascabanjir. Justru, pemulihan ini yang paling diperlukan selain kebutuhan sembako dan air bersih.