Selasa 21 Jan 2014 21:27 WIB

Penasihat Hukum Anas Bingung Soal Proyek Lain

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Mansyur Faqih
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum memasuki ersidangan menjadi saksi tersangka kasus korupsi Hambalang mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (21/1
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum memasuki ersidangan menjadi saksi tersangka kasus korupsi Hambalang mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (21/1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum Anas Urbaningrum masih tidak mengerti soal sangkaan terhadap kliennya yang menyertakan kata 'dan atau proyek-proyek lainnya'. Hingga saat ini, tim penasihat hukum mantan ketua umum Partai Demokrat itu masih meminta penjelasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Belum. Makanya kita perlu ada kejelasan dalam pemeriksaan perkara ini," kata salah satu penasihat hukum Anas, Firman Wiajaya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (21/1).

Menurut Firman, belum ada penjelasan resmi dari KPK mengenai proyek-proyek lain yang disangkakan kepada Anas. Yang disebut jelas, hanya dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait proyek di Hambalang.

Sejak penetapan Anas sebagai tersangka pada Februari lalu, KPK sudah menyebut kata 'dan atau proyek-proyek lain'. Namun, reaksi keras dari tim penasihat hukum Anas baru mulai terlihat belakangan ketika kliennya dipanggil untuk menjalani pemeriksaan. 

Namun, ujarnya, soal prosedur legal itu sudah menjadi pertanyaan sejak dahulu. "Soal legal prosedural itu melekat," kata dia.

Firman menyoroti beberapa legal prosedural yang dianggapnya dilanggar KPK. Mulai dari kebocoran sprindik Anas, hingga surat pemanggilan yang masih tidak menjelaskan maksud 'proyek lainnya. Ini, menurut dia, yang tidak pernah terjelaskan secara yuridis. Sehingga tim penasihat hukum kerap melancarkan kritikan kepada KPK.

Upaya praperadilan, menurut Firman, tidak bisa menjadi pilihan. Karena persoalan sprindik bocor dan ketidakjelasan surat pemanggilan tidak masuk wilayah untuk dipraperadilankan.

Ia mengatakan, reaksi dari tim penasihat hukum hanya menjadi kritik untuk KPK. "KPK koreksi saja sebenarnya. Itu bagian dari pendidikan hukum untuk masyarakat kita," ujar dia.

Meski pun KPK tidak melakukan koreksi, ujarnya, namun Anas tetap akan menghormati proses hukum. Ia juga menyebut tidak ada artinya ketika subtansi masalah tepat, namun legal prosedural dilanggar. Namun mengenai 'proyek lain" ini, tim penasihat meminta KPK untuk meniadakannya. "Diminta coret yang lain-lain itu. Harapan kita," kata dia.

Pada pemeriksaan Anas sebagai tersangka pekan lalu, Firman mengatakan, tidak ada penjelasan penyidik KPK soal proyek-proyek lain. 

Penasihat hukum lain, Carrel Ticualu, yang mendampingi Anas pun tidak mendapat penjelasan. Menurut Firman, pemeriksaan pertama itu baru seputar identitas Anas. "Belum masuk subtansi. Masih jadi persoalan subtansinya juga," ujar dia.

Terkait proyek di Hambalang, Firman mengatakan, sempat muncul soal penerimaan Toyota Harrier. Ada juga aliran dana ke Kongres Partai Demokrat senilai Rp 2,210 miliar. Namun, belum ada kejelasan yang mana yang disangkakan kepada Anas. "Harus ada kepastian dalam penegakkan hukum ini," kata dia.

Mengenai proyek-proyek lain, penasihat hukum Anas juga masih kebingungan. Firman tidak menyangkal banyak kabar yang beredar. Termasuk tudingan dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.

Sempat muncul mengenai kasus pengadaan PT Bio Farma dan pengadaan laboratorium kesehatan di Universitas Airlangga. Ada juga pembelian fiktif pesawat Merpati. "Itu berkali-kali diungkap Nazar, tapi ujungnya zero devidence. Tidak ada bukti mengaraj ke Anas," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement