Senin 20 Jan 2014 20:59 WIB

Soal Banjir, Aktivis Perempuan Sesalkan Depok

Rep: Asep Nur Zaman/ Red: Nidia Zuraya
Banjir d Depok (Ilustrasi)
Foto: ANTARA
Banjir d Depok (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis perempuan, Gefarina Djohan, ikut menyoroti banjir besar yang sedang melanda Jakarta dan sekitarnya. Bencana ini telah menempatkan kaum Hawa pada posisi korban yang paling menderita.

“Perempuan lagi-lagi menjadi korban. Mereka tidak pernah tahu bahwa ada ketidakadilan struktural yang membuat  mereka harus  menderita seperti di saat-saat ini. Ketidak adilan gender yang biasa melingkupi kaum perempuan semakin terasa  ketika musibah banjir melanda,” ujar Gefarina, Senin (20/01).

Ia mengeritik kegagalan Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat, dalam membangun sistem dan pengendalian tata ruang kota. Salah satu daerah penyangga Ibu Kota ini pun ikut menyumbang banjir besar yang melanda Jakarta.

“Konsep pembangunan Kota Depok pada kenyataannya memang berantakan. Jika diperhatikan, hampir seluruh perumahan dan permukiman yang ada di Depok dibangun di sempadan dan di sekitar Sungai Ciliwung,”  papar Gefarina.

Ia menyebutkan, terdapat sembilan perumahan yang dikembangkan persis atau tepat berada di sempadan dan sisanya dibangun di sekitar sempadan Sungai Ciliwung. Di antaranya perumahaan elite Pesona Khayangan, Grand Depok City, dan Cimanggis Country Riverside.

Pembangunan proyek-proyek perumahaan itu berlangsung sangat masif menyebabkan melemahnya daya dukung sempadan sungai.  “Jelas ini melanggar dan menyalahi Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung,” papar mantan Wakil Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama tersebut.

Pada saat perumahan tersebut dibuka dan beroperasi, lanjut Gefarina,  terjadi pendangkalan tanah, arus lumpur, dan sedimentasi menjadi lebih tinggi. ''Saat hujan terjadi, Sungai Ciliwung tak dapat  menampung air hujan yang justru langsung mengalir ke tempat lebih rendah yakni Jakarta. Air yang mengalir ini disertai sampah dan lumpur," tutur Gefarina.

Ia menengarai, Pemerintah Kota Depok justru membiarkan pembangunan terus terjadi. ''Mereka memberi  izin tanpa disertai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan tanpa pengawasan Tata Ruang,'' tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement