REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan perusahaan kelapa sawit masih menunggu giliran untuk bisa melakukan sertifikasi ramah lingkungan. Sejauh ini baru 40 perusahaan sawit yang berhasil mendapatkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Direktur Tanaman Tahunan Kementerian Pertanian (Kementan) Hendrajat Natawidjaya mengatakan ISPO memang tidak bisa diberikan sembarangan. Sebelas Lembaga Sertifikasi (LS) yang menangani ISPO akan melakukan proses sertifikasi dengan ketat.
"Ada 439 auditor yang melakukan seleksi dengan ketat. Dari 138 pelamar hanya 40 yang berhasil mendapatkan sertifikat," katanya ditemui di Kementan, Jumat (17/1).
Perusahaan yang belum mengajukan permohonan sertifikasi diharapkan segera melakukan proses ini. Ada sanksi berupa penurunan status perkebunan bagi perusahaan yang belum mengajukan perizinan sampai dengan 31 Desember 2014.
Sustainability Division Head PT SMART Tbk, Haskarlianus Pasang berharap agar ada harmonisasi antara ISPO, Indonesia International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) dan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Ia melihat ketiganya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Saat ini menurut dia, ISCC lebih menarik dari segi bisnis. Namun pembeli juga banyak yang menayakan kepemilikan sertifikasi RSPO. Sedangkan ISPO memberikan jaminan legalitas yang lebih pasti karena merupakan produk negara.
"Daripada industri dipusingkan harus pilih yang mana, sebaiknya diintegrasi atau diharmonisasi saja," katanya.
Namun usulan ini tampaknya sulit dilakukan. Ketiga sertifikasi menggunakan indikator yang berbeda-beda. ketua Sekretariat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) Rosediana mengatakan harmonisasi hanya bisa diharmonisasikan apabila memakai sumber daya yang sama.
Negara lain menurutnya sudah menyatakan dukungan terhadap keberadaan ISPO, misalnya Eropa, Cina dan India. Di Eropa misalnya, ISPO lebih disukai karena memberikan jaminan legalitas.
Jaminan yang ditawarkan antara lain bahwa kelapa sawit tidak diambil dari hutan lindung, hutan produksi maupun perkebunan rakyat. "Kami jamin pemilik ISPO melakukan praktek perkebunan yang legal," katanya.
ISPO dibuat mengacu pada undang-undang agraria dan disesuaikan dengan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Hal-hal yang disyaratkan dalam ISPO sudah mencakup kepentingan lingkunga hidup, standar yang diberlakukan Kementerian Kehutanan, bahkan mengatur kesejahteraan petani.
Durasi waktu yang dibutuhkan setiap perusahaan juga berbeda-beda. Selama ini satu perusahaan membutuhkan waktu tiga bulan hingga satu tahun untuk mendapatkan sertifikasi.
Di Indonesia sendiri, jumlah perusahaan sawit ada sekitar 2500 perusahaan. Namun tidak semua perusahaan memenuhi kualifikasi untuk mengajukan sertifikasi.
Direktur PT. Mutu Agung Lestari. Tony Arifiarachman mengatakan perlu sosialisasi lebih efektif terkait keberadaan sertifikasi kelapa sawit ramah lingkungan. Petani juga harus dibuat paham mengenai sertifikasi ini, khususnya untuk petani swadaya.