Jumat 17 Jan 2014 21:07 WIB

Kota Manado Serasa Kota Mati di Malam Hari

 Sejumlah anggota TNI dibantu warga mengevakuasi korban tanah longsor di kawasan Citraland, kota Manado, Sulawesi Utara, Minggu (17/2).
Foto: Antara/Fiqman Sunandar
Sejumlah anggota TNI dibantu warga mengevakuasi korban tanah longsor di kawasan Citraland, kota Manado, Sulawesi Utara, Minggu (17/2).

REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Selain menelan korban jiwa Banjir yang mulai naik pada pukul 10:00 WITA ini juga menghanyutkankan 116 Rumah di Kota Manado. Di Malayang-layang 3 rumah, Mapanget 3, Paal dua 7, Sario 18,Wanea 70 dan Singkil 15 rumah. Jumlah ini masih akan terus bertambah seiring pendataan yang dilakukan oleh pemerintah setempat yang belum selesai hingga kini.

“Banjir kali ini menurut warga setempat merupakan yang terbesar dalam 14 tahun terakhir. Banjir diakibatkan meluapnya sungai Tondano, Sungai Sawangan, Sungai Sario, Sungai malayang-layang dan Sungai Bailang, kata Diding Fachrudin, Koordinator Lapangan Team DERM-ACT, Jumat (17/1) di Manado.

Menurut pengamatan Tim DERM-ACT, kondisi jalanan pasca banjir di Kota Manado sudah mulai bisa dilalui kendaran roda dua maupun empat, namun aktivitas warga masih lumpuh total dan jaringan listrik hingga kini  masih padam.

“Pada malam hari Kota Manado serasa kota mati,“ tambah Diding Fachruddin yang akrab disapa Ading, dari Posko ACT di Jalan Pogidon Raya Kelurahan Tumumpa Dua, Kec.Tuminting, Kota Manado.

Banjir Bandang yang menimpa sejumlah wilayah di Sulawesi Utara sejak Rabu (15/1) menelan 16 korban jiwa. Korban terbanyak dikota Manado 6 orang, disusul Kota Tomohon 4 orang, Kabupaten Minahasa 4 orang dan Kabupaten Minahasa Utara  1 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement