Jumat 17 Jan 2014 19:36 WIB

Aturan Produk Halal Mendesak Disahkan

Logo Halal
Logo Halal

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amri Amrullah

UU JPH berkaitan dengan kepentingan umat Islam.

JAKARTA — Sudah lebih lima tahun masyarakat dijanjikan adanya aturan jaminan produk halal (JPH) yang diusulkan pemerintah sejak 2008.

Namun sayangnya, hingga awal 2014 rancangan undang-undang (RUU) JPH ini masih saja menggantung di DPR. Dan, tak kunjung disetujui menjadi undang-undang (UU).

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyayangkan lambannya pemerintah dan DPR mewujudkan RUU tersebut.

Menurut Tulus, lambannya pemerintah dan DPR dalam menggodok RUU JPH menjadi UU JPH karena pembahasan aturan tersebut sarat dengan kepentingan ekonomi.

“Tarik-menarik kue ekonominya sangat terasa, khususnya siapa yang berhak mengeluarkan sertifikat halal. Akibatnya, RUU JPH terus saja menggantung di DPR,” ujar Tulus, Kamis (16/1).

Menurutnya, masyarakat Indonesia, khususnya konsumen Muslim, yang paling dirugikan atas tertundanya pengesahan RUU itu. YLKI melihat yang paling penting dalam RUU ini adalah siapa pihak yang berhak mengeluarkan sertifikat halal.

Sebab, di RUU JPH ada tarik-menarik kewenangan sertifikasi halal antara LPPOM MUI dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag).

Selama ini, LPPOM MUI yang mengeluarkan sertifikasi halal, sedangkan Kemenag yang memberikan mandat ke LPPPOM MUI untuk melakukan sertifikasi.

Menurut Tulus, sebaiknya sertifikasi halal tetap dipegang oleh LPPOM MUI. Sebab, selama ini infrastruktur yang dimiliki LPPOM MUI sudah berjalan baik.

Ia khawatir apabila hak mengeluarkan sertifikasi itu kembali ke pemerintah, sedangkan infrastruktur dan administrasinya belum siap maka akan membingungkan para produsen.

Walau demikian, YLKI meminta kepada DPR agar pengurusan sertifikasi bentuknya bukan mandatory (wajib). Namun, tetap menekankan kesadaran produsen untuk mengurus sertifikasi halal demi melindungi konsumen Muslim.

Karenanya, kata Tulus, pihak yang paling menentukan saat ini adalah DPR, khususnya Komisi VIII. YLKI pun meminta pemerintah dan LPPOM MUI agar dapat melihat skala prioritas karena ini berkaitan dengan kepentingan umat Islam.

Ketua Komisi VIII DPR Ida Fauziyah menjanjikan RUU JPH akan menjadi pembahasan prioritas di awal pembukaan persidangan Komisi VIII pekan ini.

Hingga saat ini, kata Ida, Komisi VIII masih menunggu mekanisme dan simulasi yang ditawarkan pemerintah dalam hal pengurusan sertifikasi halal.

“Kita ingin melihat kesiapan pemerintah seperti apa jika mandat mengeluarkan sertifikasi halal diambil kembali,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi VIII Ledia Hanifa Amaliah menambahkan, tertundanya RUU JPH itu karena pemerintah hingga kini belum menyerahkan konsep menyeluruh terkait pengurusan sertifikasi halal.

Sebelumnya, dalam rapat tertanggal 27 November 2013 diputuskan agar pemerintah menyerahkan konsep yang menyeluruh ke DPR.

Penyerahan konsep itu pun paling lambat 2 Desember 2013. “Namun, hingga awal 2014 ini, pemerintah belum juga menyerahkan,” kata Ledia.

Rencananya, Rabu (22/1) pekan depan, akan dilakukan kembali rapat panja RUU JPH. Ledia juga mengungkapkan, selama ini pemerintah melalui Kemenag menyatakan pembahasan konsep sertifikasi halal dari pemerintah masih belum utuh.

Karenanya, Komisi VIII meminta agar ada kesepakatan bahwa pemerintah menyerahkan konsep itu secara menyeluruh. Sebab, jika salah satu menunda, pembahasannya juga akan tertunda.

Menteri Agama Suryadharma Ali dalam satu kesempatan mengakui tertundanya pengesahan RUU JPH pada 2013 karena ada beberapa perbedaan dari sisi pemerintah.

Di antaranya, mengenai kewenangan yang menerbitkan sertifikat maupun mengenai laboratorium yang memeriksa kehalalan suatu produk.

Selain itu, faktor lain yang belum mencapai kesepakatan adalah penentuan pendaftaran labelisasi dan sertifikasi halal suatu produk bersifat anjuran atau kewajiban.

Kemudian, belum ada kesepakatan soal lembaga mana yang berwenang mengeluarkan labelisasi dan sertifikasi halal.

Saat ini, sertifikasi halal dikeluarkan oleh LPPOM MUI, sedangkan labelisasi halal dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement