REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi berimbas pada peningkatan daya beli masyarakat. Salah satu implikasi adalah meningkatnya jumlah kendaraan pribadi, baik itu roda dua maupun roda empat.
Peningkatan ini dengan serta merta berimbas pada meningkatnya penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tingkat polusi. Pada akhirnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin terbebani.
Ketua Komisi V DPR RI Laurens B. Dama menilai, penggunaan transportasi massal dapat mengefisienkan subsidi BBM. Selain itu, sifat transportasi massal yang ramah lingkungan dan hemat energi, dapat berujung pada ringannya beban APBN.
Demikian disampaikan Laurens dalam dialog terbuka bertema Pengembangan Transportasi Massal Pascakenaikan BBM di Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Kamis (16/1).
Laurens menjelaskan, pertumbuhan ekonomi 2013 diperkirakan berada di kisaran 5,8 persen. Sementara pembelian kendaraan pribadi mengalami pertumbuhan antara 8 persen sampai 15 persen. Sedangkan pertumbuhan jalan raya hanya mencapai 0,01 persen per tahun.
"Kondisi yang tidak sebanding ini mengakibatkan kemacetan dan pemborosan bahan bakar," kata anggota Fraksi Partai Amanat Nasional ini.
Sebagai gambaran, pagu subsidi BBM dalam APBN-P 2013 tercatat Rp 199,9 triliun dengan konsumsi 47 juta kl. Akan tetapi, terdapat realisasi subsidi BBM berpotensi membengkak Rp 50 triliun akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mencapai Rp 10.452 per dolar AS. "APBN terbebani oleh subsidi," kata Laurens.
Di sisi lain, subsidi BBM tak tepat sasaran mengingat 44 persen digunakan oleh kendaraan pribadi.
Sebanyak 59 persen diantaranya digunakan di Pulau Jawa atau sekitar Rp 120 triliun. "Padahal BBM subsidi harusnya bagi masyarakat tidak mampu," ujar Laurens.
Terkait peran DPR dalam peningkatan transportasi massal, Laurens mengklaim DPR telah mengupayakannya. Misalnya melalui peningkatan anggaran perkeretaapian yang dalam APBN-P 2013 memperoleh subsidi Rp 700 miliar.
"Kita ingin ada perbaikan sehingga masyarakat gunakan transportasi publik," katanya.
Dari sisi peraturan perundang-undangan, kata Laurens, UU Nomor 23 Tahun 2007 telah mengamanatkan didorongnya perkeratapian sebagai ujung tombak transportasi massa. Mengapa kereta api? karena efektif, efisien dari sisi bahan bakar dan rendah emisi.
Selain itu, Laurens menyebut DPR telah mendukung perbaikan infrastruktur jalan melalui peningkatan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum. Terbukti dari 38 ribu km jalan nasional, 94 persen dalam kondisi mantap.