REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Keselamatan Kerja Universitas Indonesia (UI) yang baru dikukuhkan, Fatma Lestari, menyampaikan berdasarkan data statistik kecelakaan kerja dari Jamsostek menunjukkan hingga akhir 2012 telah terjadi 103.074 kasus kecelakaan kerja.
"Rata-rata terjadi 382 kasus kecelakaan kerja setiap harinya. Sebanyak 91,21 persen korban kecelakaan kembali sembuh, 3,8 persen mengalami cacat fungsi, 2,61 persen mengalami cacat sebagian, dan sisanya meninggal dunia (2.419 kasus) dan mengalami cacat total tetap (37 kasus)," ujar Fatmah seusai pengukuhan di Balai Sidang UI, Depok, Rabu (15/1).
Sebagai perbandingan, ia melanjutkan, Singapura, jumlah kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian relatif rendah yaitu pada 2004 hanya 83 kasus; 2005 (71 kasus); 2006 (62 kasus), 2007 (63 kasus), dan 2008 terjadi 67 kasus.
Sedangkan, data kecelakaan dari Biro Pusat Statistik Kantor Kepolisian Republik Indonesia peningkatan kecelakaan terjadi dari 2007 hingga 2012 yaitu dari 49.553 menjadi 117.949 kecelakaan.
Sedangkan, menurut data statistik kebakaran dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta selama kurun waktu 10 tahun 2003-2013 berada pada kisaran antara 708 pada 2010 (terendah) hingga tertinggi 1039 kebakaran pada 2012.
Perkiraan kerugian yang diderita berkisar dari Rp. 109.838.835.000 pada 2003 hingga tertinggi Rp. 298.450.580.000 pada 2012.
Sepanjang 2013 terjadi sejumlah 997 kebakaran di DKI Jakarta dengan perkiraan kerugian Rp. 254.546.600.000, kematian sejumlah 42 jiwa dan jumlah jiwa yang terkena dampak mencapai 20.861 jiwa.
"Kecelakaan berdampak bagi individu maupun bagi institusi. Dampak bagi individu dapat berupa cedera ringan, cedera berat, cacat fungsi, cacat tetap, cacat total, kematian serta diikuti kesedihan mendalam bagi keluarga dan masyarakat," kata Fatma menjelaskan.
Ia melanjutkan, dampak bagi institusi meliputi kerugian jiwa (cedera, cacat, kematian), kehilangan sumber daya berharga, biaya perawatan kesehatan, kerugian asset (uang, properti, gedung, peralatan, material, produk), mengurangi laba institusi karena menutup kerugian dari insiden, kehilangan waktu dan terhentinya proses dan kegiatan kerja, pencemaran lingkungan, dampak sosial dan citra insitusi terhadap konsumen dan masyarakat.
"Penerapan Keselamatan di Indonesia saat kini perlu ditingkatkan, namun terdapat tantangan antara lain masih rendahnya kesadaran keselamatan sebagian besar masyarakat Indonesia, belum terintegrasinya manajemen keselamatan secara nasional, masing-masing sektor menggerakkan diri secara sektoral dan sporadis, keselamatan belum dianggap tanggung jawab bersama. Belum semua universitas memasukkan pendidikan keselamatan ke dalam kurikulum," paparnya.
Selain itu, ia menambahkan, adanya pandangan bahwa kinerja keuangan lebih penting daripada upaya keselamatan kerja.
Pendekatan yang dilakukan lebih bersifat 'reaktif' bukan 'proaktif', pendekatan reaktif adalah jika sudah terjadi kecelakaan barulah bereaksi, sedangkan pendekatan 'proaktif' lebih menekankan pencegahan kecelakaan sebelum terjadi.
Kesadaran akan keselamatan dimulai dari diri sendiri, keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat.
Untuk itu Fatma merekomendasikan beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain membangun kapabilitas keselamatan, revitalisasi regulasi keselamatan, promosi dan penghargaan keselamatan, dan kemitraan nasional dan internasional.