Senin 13 Jan 2014 20:14 WIB

Pengedar Narkoba Harusnya Tak Diberi Remisi

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Joko Sadewo
Bandar narkoba yang ditangkap polisi beserta barang bukti.
Foto: Antara/Septianda Perdana
Bandar narkoba yang ditangkap polisi beserta barang bukti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun 2013 menjadi masa kelam bagi dunia lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia. Seperti diketahui, rentetan kasus kerusuhan mewaranai Lapas-lapas di Indonesia dari mulai skala kecil hingga besar.

 

Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) 99/2012 tentang tidak diberikannya remisi kepada pelaku kejahatan luar biasa seperti terorisme, korupsi, dan narkoba memicu amukan para napi di penjara. Pasalnya, mayoritas penghuni penjara di Indonesia merupakan napi Narkoba dengan 42,5 persen dari sedikitnya 150 ribu narapidana yang ada.

 

Di tahun 2014 ini diharapkan kerusuhan di Lapas tak lagi terulang, khususnya oleh para napi narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) selaku lembaga yang paling getol menangkap pelaku kejahatan Narkoba pun angkat bicara. Direktur Diseminasi Informasi BNN Gun-gun Siswadi, mengatakan sesungguhnya dengan PP 99/2001 remisi tetap kembali pada hak Prerogatif Presiden.

 

Namun menurutnya, dengan PP ini diharapkan dapat menutup ruang bagi para pengedar untuk beraksi. Pasalnya, memang PP ini sengaja ditelurkan khusus untuk para napi pengedar saja, bukan napi pengguna. “Semangat kami untuk tidak membiarkan para pengedar narkoba bebas melakukan kejahatannya,” ujar dia di Jakarta Senin (13/1).

 

Gun-gun mengatakan, dengan memberantas para pengedar dengan maka dapat ikut memutus mata rantai peredaran. “Pangkalnya (pengedar) yang harus dihentikan,” kata dia.

 

Seperti diketahui, ragam kerusuhan terjadi di Lapas yang diduga dipicu oleh terbitnya PP tersebut. Dari sejumlah kasus kerusuhan yang ada, paling besar terjadi di Lapas Tanjung Gusta, Medan Sumatera Utara di bulan Agustus dan di Lapas Palopo, Sulawesi Selatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement