REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai pengawas pemilu 2014, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berkerja dengan menggunakan dana dari pemerintah. Namun, kenyataannya, hingga saat ini anggaran dari pemerintah tersebut 'seret.'
Ketua Bawaslu Muhammad mengungkapkan, anggaran pemilu lembaganya saat ini mentok di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dana tersebut terkait kegiatan pengawasan pemilu.
Ia melanjutkan, dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri hanya menyetujui jumlah pengawasan maksimal sebanyak tiga untuk desa dan kelurahan.
"UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu mengatakan setiap desa-kelurahan harus ada satu sampai lima pengawas, namun dalam DIPA Bawaslu Tahun 2014, tiga pengawas saja tidak terpenuhi," kata Muhammad dalam Rakor Pelaksanaan Kegiatan Tahapan Pemilu 2014 di Gedung KPU Pusat, Jakarta, Kamis (9/1).
Ia menilai, keterbatasan sumber daya manusia, dalam hal ini Panwaslu membuat kinerja pengawasan selama proses pemilu tidak berjalan secara optimal. Belum sampai di situ, keterbatasan waktu kontrak pengawas pemilu juga menjadi kendala dalam menjalankan pengawasan.
"Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) dan panwascab hanya teranggarkan sampai Juni. Artinya, tidak sampai pada tahapan Pemilihan Presiden (Pilpres)," katanya.
Jika DIPA Bawaslu mengenai pelaksanaan pemilu 2014 tidak secepatnya dirivisi, ia menambahkan, maka dipastika pemilu presiden (pilpres) tidak akan terawasi oleh PPL dan sebagian besar Panitia Pengawas kecamatan (Panwascam).
Dalam rakor tersebut, Muhammad mengeluhkan ketidakpedulian Menkeu M Chatib Basri mengenai penyediaan angaran pengawasan peilu 2014. "Dalam kesempatan ini saya katakan, supaya sampai ke yang bersangkutan, bahwa Menkeu tidak peduli terhadap pelaksanaan pemilu di Indonesia," katanya menegaskan.