REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi(MK), Arief Hidayat, mengungkapkan pihaknya belum menerima surat pencabutan permohonan pengujian UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang meminta dilaksanakan pemilu serentak.
"Sampai tadi siang, saya menanyakan ke panitera, belum ada surat pencabutan," kata Arief kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/1). Arief juga mengatakan perkara pengujian UU Pilpres yang diajukan Effendi Gazali (representasi dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak) sudah dalam tahap finalisasi draft putusan dan kemungkinan akhir Januari atau awal Februarai sudah bisa dibacakan.
"Sudah dalam proses final, karena sudagh diputus dalam RPH, ke mana itu kan sudah ada putusan, tapi harus ada proses dibuat draf putusannya, kemudian dibaca bersama-sama oleh hakim, kemudian disetujui bersama, finalisasinya membutuhkan waktu," jelasnya.
Arief mengatakan ada dua kemungkinan, yakni diterima pencabutan permohonan tersebut, kemudian majelis menetapkan bahwa itu dicabut. "Bisa juga, karena itu sudah sampai persidangan sudah selesai dan draf final sudah dibuat, bisa saja putusan MK nanti menolak pencabutan dengan membacakan hasil pengujian konstitusionalitas mengenai hal itu," katanya.
Effendi Gazali mengancam akan mencabut permohonan pengujian UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang meminta pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden dilaksanakan serentak karena MK tidak segera membacakan putusannya.
Kuasa Hukum Pemohon Wakil Kamal mengatakan pencabutan permohonan ini karena sudah satu tahun lebih MK belum memutuskannya, bahkan akan menyidangkan PUU uyang intinya sama (permohonan Yusril Ihza Mahendra) pada 21 Januari 2014. "Hal ini membuat sebagian besar dari koalisi kami ,meminta agar kami mencabut PUU," kata Wakil Kamal.
Dia mengatakan pencabutan ini memiliki dua tujuan, pertama agar tidak tercampur dengan kepentingan syahwat berkuasa melekat pada tokoh-tokoh pemohon PUU pemilu serentak. "Kami murni untuk kepentingan pemilih, menegakkan sistem presidensial dan menjamin kedaulatan dan kecerdasan pemilih, serta mencegah tidak terulang transaksi politik dan penyanderaan kabinet dari presiden yang terpilih," katanya.
Kedua, lanjut Wakil Kamal, pihaknya tidak ingin dicap sebagai "pengacau" persiapan pemilu, walaupun sudah meminta MK memberikan putusan secepat mungkin guna memberikan kepastian hukum pelaksanaan pemilu.
Dalam permohonan ini, Effendi Gazali dkk menguji sejumlah pasal dalam UU Pilpres terkait penyelenggaran pemilu dua kali yaitu pemilu legislatif dan pilpres.