REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama, Suryadharma Ali, menyatakan prihatin terhadap larangan siswa berjilbab. Karena selain bertentangan dengan ketentuan peraturan bahwa dalam pendidikan tidak ada lagi diskrimintatif, pelarangan itu juga berlawanan dengan upaya peningkatan akhlak bagi siswa itu sendiri.
"Saya prihatin bahwa sampai hari ini masih ada diskriminatif dalam dunia pendidikan," kata Suryadharma Ali seusai meluncurkan program Seleksi Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dan ujian penerimaan mahasiswa baru PTAIN, Jakarta, Selasa.
Didampingi Dirjen Pendidikan Agama Islam (Pendis) Nur Syam, Menteri Agama menyatakan prihatin jika ada siswa meminta untuk berjilbab di lingkungan sekolah dilarang guru. Ini adalah peristiwa ironis.
Pendidikan yang ingin dicapai bukan saja mendapatkan anak didik berprestasi dalam bidang akademik, tapi juga berakhlak mulia.
Menggunakan jilbab itu, lanjut Suryadharma Ali, merupakan bukan sekedar simbol agama tetapi lebih dari itu sebagai upaya seseorang mendekatkan diri kepada Tuhan dan berakhlak mulia.
Jika seseorang sudah dekat dengan Tuhan dan berakhlak mulia, tentu untuk mendidik siswa akan jauh lebih mudah. Karena itu, tidak perlu ada diskriminasi dalam pendidikan.
Seorang siswi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Denpasar Bali, Anita Wardhana, dilarang mengenakan jilbab oleh guru-gurunya saat mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Siswi yang kini duduk di bangku kelas XI itu bahkan disuruh untuk pindah sekolah jika ia tetap berkeras mengenakan jilbab.
Terkait dengan persoalan itu, Suryadharama Ali akan meminta penjelasan kepada Mendikbud Muhammad Nuh tentang apa yang melatarbelakangi persoalan larangan itu. Jika ada larangan di sekolah itu, ia minta segera dicabut.