REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kasus dugaan pelarangan pemakaian jilbab terhadap seorang siswi yang terjadi di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Denpasar, Bali, mendapat kecaman dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
“Itu tidak dibenarkan. Tidak boleh ada sekolah yang melarang siswinya berjilbab,” tutur Ketua Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Natalius Pigai, saat dihubungi ROL, Selasa (7/1).
Ia menjelaskan, selama tidak ada peraturan negara yang melarang seseorang memakai atribut agamanya di sekolah, maka dalam persepektif HAM tidak ada alasan bagi siapa pun untuk melarangnya. “Jadi, tidak boleh ada pelarangan berjilbab, karena itu bagian dari hak asasi seseorang untuk menjalankan agama” tegasnya.
Meski demikian, Natalius mengingatkan, jilbab yang digunankan siswi hendaknya jangan sampai menutupi atribut-atribut pakaian sekolah lainnya seperti emblem lokasi, papan nama, ataupun identitas institusi. Menurutnya, siswi yang ingin berhijab tinggal menyesuaikan desain jilbabnya agar tidak menutupi simbol-simbol sekolah tersebut.
Seorang siswi SMAN 2 Denpasar Bali, Anita Wardani, dilarang mengenakan jilbab oleh guru-gurunya saat mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Siswi yang kini duduk di bangku kelas XI itu bahkan disuruh untuk pindah sekolah, jika ia tetap bersikeras mengenakan jilbab.
Terkait masalah Anita, Natalius mengaku sudah mendengar adanya pengaduan yang diajukan ke Komnas HAM. “Namun, sampai hari ini berkas aduannya belum lagi sampai ke meja saya,” ujarnya.