Ahad 05 Jan 2014 07:24 WIB

Kisah Tenggelamnya Kapal di Selat Alas

 Anggota Tim SAR merapat di Pelabuhan Kayangan usai melakukan pencarian korban kapal feri Munawar yang tenggelam di perairan Selat Alas, Selong, Lombok Timur, NTB, Jumat (3/1).
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Anggota Tim SAR merapat di Pelabuhan Kayangan usai melakukan pencarian korban kapal feri Munawar yang tenggelam di perairan Selat Alas, Selong, Lombok Timur, NTB, Jumat (3/1).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- "Di tengah suasana gelap gulita, kami berteriak-teriak meminta tolong. Perlahan-lahan kapal makin oleng dan air laut membanjiri bagian dek. Sambil mendekap salah seorang anak, saya nekad terjun ke laut," kata Ny Muriansyah.

Ny Muriansyah adalah salah seorang korban yang selamat pada peristiwa tenggelamnya KMP Munawar Ferry.

Beberapa saat lamanya perempuan itu terapung di atas permukaan air laut yang dingin, berkat jaket pelampung yang dikenakannya.

Meski telah terbungkus jaket pelampung, dia tetap didera ketakutan karena ombak bergulung-gulung tiada henti. Sedangkan Hafiz, putra Ny Muriansyah, menggigil ketakutan dalam dekapan perempuan itu, sambil sesekali memanggil lirih ayah dan kakaknya, Nadia.

Tidak jauh dari Ny Muriansyah, pekikan ketakutan dan tangisan kepedihan para penumpang yang silih berganti memecah kepekatan dini hari pada Jumat (3/1).

Di antara temaram kegelapan, Ny Muriansyah masih sempat menyaksikan detik-detik ketika KMP Munawar Ferry sempat terangkat dan miring, kemudian menghilang di balik kedalaman Selat Alas.

"Tiba-tiba saja ada yang menarik tubuh saya, kemudian saya dan Hafiz ditarik ke atas perahu dan dibawa kembali ke Pelabuhan Kayangan," ujarnya.

Di pelabuhan itu, Ny Muriansyah seolah tanpa sadar ketika kembali menapak tanah dermaga. Dia sempat tak percaya bisa selamat dari musibah kapal tenggelam.

"Walau selamat, tapi perasaan saya luluh lantak. Beberapa jam setelah saya tiba di dermaga, suami ditemukan namun dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Dan Nadia, oh Tuhan, bagaimana nasib anak saya itu?" ujar Ny Muriansyah terbata-bata.

Sampai kapanpun, tutur perempuan ini, dirinya tidak akan melupakan saat-saat ketika kapal yang ditumpanginya tenggelam dan membawa pergi lelaki yang selalu menjadi tumpuan hidupnya.

"Saya tidak tahu, bisakah nanti duka nestapa ini akan pergi. Suami saya meninggal dan anak saya hilang. Bagaimana cara meneruskan hidup tanpa suami saya dan tanpa Nadia di sisi saya," kata Ny Muriansyah sambil berulang kali menghapus air matanya.

Ditarik Tali

Suasana tercekam usai terayun-ayun antara hidup dan mati di Selat Alas, juga dialami I Nyoman Suharta, seorang sopir truk yang biasa menyeberangi Selat Alas, baik dari Pelabuhan Kayangan menuju Poto Tano, atau sebaliknya.

"Ketika membawa truk saya naik ke KMP Munawar Ferry malam itu, saya sama sekali tidak memiliki firasat buruk. Saya sudah sering menyeberangi selat ini, juga sudah tak terhitung berapa kali naik kapal ini," ujar lelaki asal Cakranegara, Kota Mataram.

Terdorong rasa capek, Suharta langsung terlelap di truk. Akan tetapi, beberapa saat kemudian ada yang membangunkannya dengan suara panik.

"Saya langsung tergeragap kaget saat dibangunkan kernet saya, Husman. Begitu turun dari truk, saya lebih kaget lagi karena melihat air laut sudah menggenang banyak sekali," ucap lelaki berusia 33 tahun ini.

Bersama-sama dengan Husman dan rekan sesama sopir truk, Suharta berlari ke tempat yang lebih tinggi. Namun air laut seolah mengejar dan makin naik ke badan kapal, hingga Suharta kembali menaiki ke bagian geladak kapal.

"Dari bagian geladak saya lihat kapal sudah miring ke kanan, lantas oleng ke kiri. Saya dan beberapa teman berada di bagian yang tidak terendam air. Pasrah saja rasanya. Apalagi ketika kapal langsung menukik tegak lurus dan dalam hitungan menit kapal kemudian menghilang," ujar Suharta dengan ekspresi membayangkan kengerian.

Suharta kemudian berenang semampunya di atas permukaan air laut. Beberapa meter di dekatnya, beberapa penumpang lain nampak timbul tenggelam dan memberi isyarat memohon pertolongan agar terhindar dari maut.

"Tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena saya juga hanya bisa menyerahkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi agar diberi keselamatan. Ternyata doa saya terjawab, saya merasa mendapat keajaiban ketika kemudian ada tali yang dilemparkan kepada saya," jelas Suharta.

Tali itu kemudian disambut Suharta dan beberapa rekannya. Mereka kemudian ditarik menggunakan tali, sampai akhirnya semakin mendekat dengan kapal lain yang kebetulan tengah melintas.

"Benar-benar ajaib saya bisa selamat. Tapi saya tidak boleh trauma, karena pekerjaan saya hanya sopir yang sudah biasa melintasi Lombok - Sumbawa untuk mengangkut sayur dan buah-buahan," kata Suharta.

Hampir Gagal Jadi Camat

Camat Alas Barat Iwan Sofyan memiliki kisah tersendiri bisa lolos dari musibah tenggelamnya KMP Munawar Ferry. Sebelum kejadian, dia bersama keluarganya sudah beberapa hari berada di Mataram setelah dari Bali untuk keperluan operasi putranya yang masih berumur 10 tahun.

Setelah operasi sukses, tanpa diduga Iwan dihubungi Sekretariat Pemkab Sumbawa, Kamis (2/1) malam sekitar pukul 23.00 Wita. Iwan diminta segera balik ke Sumbawa karena dia tercatat sebagai salah satu pejabat yang berada di 'gerbong' mutasi perdana tahun 2014. Dia dipromosikan sebagai Camat Alas Barat.

Tanpa membuang waktu, malam itu juga dia bergegas bersama istri, dua anaknya serta ibu kandungnya yang sudah tua, pulang ke Sumbawa. Dengan menumpang taksi, Iwan tiba di Pelabuhan Kayangan sekitar pukul 01.30 Wita.

"Saya sudah membeli tiket kapal dan bahkan telah naik ke KMP Munawar bersama ibu saya. Tapi kemudian saya sadar kalau istri dan kedua anak saya tidak berada di kapal. Ketika saya telpon, ternyata istri dan anak saya ada di kantor ASDP Kayangan," kata Iwan mengurai cerita.

Sebenarnya, Iwan sempat meminta petugas KMP Munawar untuk menangguhkan keberangkatan agar menunggu istrinya barang sejenak. Akan tetapi, petugas kapal tidak bersedia dan meminta Iwan naik kapal yang lain.

Iwan dan ibunya pun memutuskan turun dari KMP Munawar Ferry, kemudian menemui istri serta kedua anaknya. Mereka sedianya hendak naik KM Nusa Wangi, tapi kapal itu keburu berangkat.

"Akhirnya kami sekeluarga naik kapal KM Marina Qweena. Belum lama kapal mengarungi laut, kami terkejut mendengar suara sirine meraung-raung dan mengira kapal yang kami tumpangi itu sudah sampai Poto Tano," jelasnya.

Tak disangka, begitu melihat ke arah laut, Iwan melihat KMP Munawar tengah oleng dan hampir tenggelam. Dari jarak sekitar 50 meter, Iwan melihat ke luar dan menyaksikan kapal itu perlahan-lahan tenggelam. Buritannya mulai karam, ujarnya.

Petugas kapal KM Nusa Wangi dan KM Marina kemudian memberikan pertolongan. Orang pertama yang ditolong petugas dari KM Marina adalah seorang ABK Munawar yang sudah cukup tua, lalu lima orang satu keluarga yang menggunakan sekoci. Berikutnya lima penumpang lainnya, akhirnya semuanya berjumlah 11 orang.

Kebetulan Iwan dan istrinya sama-sama berprofesi sebagai perawat, hingga langsung ikut memberikan pertolongan pertama kepada para korban. Pertolongan itu dilakukan Iwan sampai pukul 04.30 Wita karena dirinya harus terburu-buru ke Alas Barat.

"Saya kemudian bergegas pergi karena harus dilantik Bupati Sumbawa sebagai Camat Alas Barat pada Jumat (3/1) siang. Usai dilantik, saya masih tidak habis-habis bersyukur, ternyata Tuhan sengaja melindungi keluarga saya dengan 'mengatur' agar kami ketinggalan kapal KMP Munawar Ferry," kata Iwan. (Tri Vivi Suryani)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement