Ahad 05 Jan 2014 02:02 WIB

MT Darul Millenia Manfaatkan Jam Makan Siang untuk Mengaji

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnaen
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnaen

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Erdy Nasrul

Manfaat taklim dirasakan bagi perbaikan spiritual.

Aula Wisma Millenia yang berlokasi di Kav 16 Jalan MT Haryono, usai shalat Zhuhur, tak serta-merta sepi. Justru, puluhan jamaah bertahan di lokasi.

Para karyawan PT Japfa Comfeed Indonesia menggunakan waktu makan siang untuk mengikuti taklim yang dihelat setiap Kamis.

Jamaah yang menghadiri majelis taklim dengan nama Darul Millenia itu pun tidak pernah sepi. Taklim terbuka untuk umum. Tak terkecuali para karyawan dalam ataupun luar wisma.

Ketua Pengurus Majlis Taklim Darul Millenia Slamet Mulyanto mengatakan awalnya taklim ini dibentuk oleh seorang direktur bank yang sempat menyewa kantor di Wisma Millenia.

Meskipun kantor bank tersebut sudah pindah dari wisma tersebut, Slamet yang menjadi pengurus sejak awal taklim tersebut mendapat permintaan agar taklim tetap berjalan.

Taklim terbentuk bermula dari pelaksanaan shalat Jumat berjamaah, sekira Januari 1998. Lalu, pengelola membuat aula serbaguna yang diperuntukkan pula sebagai lokasi pelaksanaan shalat Jumat. “Dulu sulit mencari tempat shalat berjamaah di sini,” kata dia. 

Jamaah yang datang pun tidak hanya dari gedung ini saja, tetapi juga pegawai dari gedung tetangga pun bergabung. Pihaknya berupaya agar taklim tetap eksis dan makmur. “Meskipun pengguna gedung berganti-ganti,” ujarnya.

Kepengurusan taklim pun saat ini hanya dipegang oleh tiga orang, termasuk Slamet sendiri. Dua pengurus lainnya, yaitu Mardianto dan Herlan.

Seluruh akomodasi taklim, seperti tempat, pengeras suara, dan makanan dipegang oleh mereka bertiga. Herlan bertanggung jawab sebagai penghubung ustaz.

Peserta taklim, Slamet menyebutkan, bisa mencapai 100 orang tiap pekannya. Jam makan siang menjadi pilihan yang tepat.

Pernah, waktu tersebut dialihkan usai jam kerja, tetapi justru sepi peminat. Jamaah lebih memilih pulang cepat sampai di rumah dibandingkan mengikuti taklim. “Akhirnya jadwal kembali ke tentatif semula,” katanya.

Slamet menambahkan, pemateri tidak tetap dan selalu berganti-ganti. Setahun terakhir, setidaknya ada sepuluh ustaz yang mengisi taklim dengan ragam tema. Penentuan topik menjadi otoritas para ustaz. “Kami tidak memilih materi,” ujar Slamet.

Dia mengatakan banyak dampak positif dari taklim ini. Seperti, peningkatan spiritual para pegawai. Ini tampak dari ramainya shalat Dhuha dan lima waktu di mushala wisma.

Karyawati pun kian banyak yang berhijab. Adapun manfaat lain, memberikan insprasi dan bantuan bagi pembentukan taklim serupa di gedung-gedung tetangga. “Baik soal dana atau perencanaan,” katanya.

Kegiatan keagamaan selain taklim, Slamet mengungkapkan, digelar saat Ramadhan. Ini bekerja sama dengan manajemen perusahaan, seperti buka puasa bersama anak yatim.

Nikmat Allah SWT

Pada Kamis (19/12), penceramah adalah Ustaz Tengku Zulkarnaen. Wakil Sekjen MUI ini, memaparkan banyak nikmat Allah SWT kepada hamba-Nya yang wajib disyukuri. Nikmat tersebut terbagi ke empat tingkatan.

Tingkat pertama, yakni harta benda dan kekayaan. Orang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan harta benda jika tidak mau bersyukur.

Kedua, nikmat sehat, biasanya demi kesehatan orang rela mengucurkan harta, bahkan hingga habis untuk mendapatkan kesehatan.

Ketiga, nikmat hidup dan keempat nikmat iman. Iman merupakan tingkatan nikmat tertinggi yang diberikan oleh Allah.

Harta, kesehatan, dan hidup tidak akan berkah dan bermanfaat jika tidak ada keimanan dalam diri seseorang. “Nikmat iman harus disyukuri dan dijaga,” kata dia.

Tengku pun berkomentar, perihal maraknya taklim di perkantoran. Menurutnya, aktivitas ini dinilai positif karena dapat menambah ketenteraman pegawai dalam bekerja.

Penyertaan akidah dalam bekerja dan mencari nafkah penting agar senantiasa terkoneksi dan berzikir kepada Allah. “Sehingga, hidup bertambah berkah,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement