Jumat 03 Jan 2014 17:30 WIB

Ormas Siasati Dana Pendidikan

Muhammadiyah, salah satu ormas terbesar di Indonesia.
Foto: www.muhammadiyah.or.id
Muhammadiyah, salah satu ormas terbesar di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID,

Muhammadiyah menerapkan sistem subsidi silang.

JAKARTA — Ormas Islam berencana terus mengembangkan lembaga pendidikan yang mereka dirikan. Biaya operasional mereka peroleh melalui sejumlah sumber, di antaranya subsidi silang maupun lewat kerja sama dengan lembaga zakat.

Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Syuhada Bahri mengatakan bahwa lembaganya bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk pendanaan universitas. Dana itu dikeluarkan melalui asnaf atau kelompok jihad fi sabilillah.

Kerja sama ini membuat DDII menggratiskan biaya kuliah bagi mahasiswa di universitas tersebut. Tahun ini tercatat ada 120 mahasiswa. “Setiap mahasiswa menerima beasiswa sebesar Rp 1 juta per bulan,” ujar Syuhada, Kamis (2/1).

Syuhada mengatakan, DDII sangat selektif. Selain karena dana yang ada hanya untuk 120 mahasiswa, juga karena menekankan kualitas.

Ia ingin melahirkan kader yang memiliki intelektualitas dan spiritualitas tinggi. Merekalah yang diharapkan menjadi dai-dai yang mumpuni.

“Obsesi kami adalah menyelamatkan Indonesia dengan dakwah,” kata Syuhada. Ia menuturkan, 120 mahasiswa yang ada sekarang merupakan hasil seleksi dari 160 orang yang mendaftar. Menurutnya, 30 mahasiswa hafal Alquran atau hafiz. Mereka mayoritas dari pesantren.

Syuhada mengatakan, lembaga yang dipimpinnya pun mengembangkan akademi dakwah. Jadi, bagi yang tidak dapat masuk di universitas, dapat menimba ilmu di akademi daerah masing-masing. Ia menambahkan, seleksi ketat pun ditetapkan di tingkat SD dan SMP.

Seleksi adalah untuk memilah siswa pendaftar yang melebihi kapasitas. Dan, hal terpenting, yakni bagaimana membuat mereka berprestasi.

Setiap tahun SD dan SMP yang dikelola DDII hanya menerima seratus siswa. Jumlah kelas maksimal empat kelas, masing-masing berisi 25 siswa.

Ormas ini hanya membuka kesempatan bagi 50 orang calon siswa. Mereka merupakan sistem pendidikan berlanjut. Lulusan TK meneruskan ke SD dan dari SD meneruskan ke SMP yang berada di bawah pengelolaan DDII.

Selain ada lembaga pendidikan yang gratis, Syuhada mengakui ada lembaga pendidikan DDII yang menarik iuran bulanan.

Itu ada untuk mendanai kegiatan operasional, seperti untuk gaji guru. Ia mengatakan, tak ada pikiran untuk menggali keuntungan. Sebab, itu bukan orientasi.

Untuk menambah kebutuhan operasional seluruh lembaga pendidikan, katanya, ada sumber dana zakat, infak, sedekah, dan dana sponsor.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Yunahar Ilyas menjelaskan, sekolah-sekolah milik persyarikatan ini menerapkan subsidi silang. Sekolah yang tidak mampu dibantu oleh yang mampu. Muhammadiyah tidak menggratiskan semua, tapi juga tidak bersifat komersial.

Oleh karena itu, Muhammadiyah menamakannya sebagai amal usaha. Ini bermakna, pengelola lembaga pendidikan boleh mengambil iuran, tetapi tidak komersial. “Pembebasan biaya pendidikan hanya untuk anak-anak yang menempati panti yatim piatu Muhammadiyah.”

Muhammadiyah memiliki beberapa sekolah unggul. Sebab itu, Yunahar mengatakan, sekolah favorit tidak harus negeri karena sudah banyak sekolah swasta yang lebih unggul dari negeri. Ia menjelaskan, penerimaan siswa tergantung sekolah masing-masing.

Sebab, satu sekolah dengan sekolah lain milik Muhammadiyah tidak sama. Begitu pula di perguruan tinggi. Seleksi tergantung program pendidikannya. Program dengan akreditasi A, seperti hukum, hubungan internasional, dan akuntasi, banyak peminatnya dan seleksinya pun ketat.

Tanah wakaf

Sekretaris Umum Pesatuan Islam (Persis) Irfan Safruddin mengatakan, lembaganya mempunyai sekitar 300 SD, 250 SMP, 20 SMA, dan beberapa perguruan tinggi di beberapa daerah. Bangunan sekolah umumnya dibangun di atas tanah wakaf.

Pendirian bangunan dibiayai anggota serta simpatisan Persis. Dana operasional sebagian besar dari iuran siswa. Jumlahnya mencapai 70 persen. Penerimaan siswa bervariasi, tergantung jumlah dan tingkat seleksi. Selain itu, sekolah-sekolah besar seleksi cukup ketat.

Sedangkan, sekolah yang ada diseleksinya tidak telalu ketat. Irfan mengatakan, Persis menggunakan kurikulum nasional ditambah kurikulum sendiri. Terutama, untuk memperdalam pemahaman agama terhadap para siswa Persis.

Walaupun sebagian besar sekolah menerapkan sistem pesantren tapi sistem penjurusan IPA dan IPS tetap diberlakukan. Ini berlaku untuk tingkat SMA. “Tujuannya agar siswa bisa melanjutkan ke perguruan tinggi yang diminati,” kata Irfan.

Ia mengungkapkan bahwa biaya pendidikan siswa di kota tidak terlalu masalah, namun ada kendala di daerah. Dana yang terbatas membuat sarana sekolah tak lengkap. Beruntung, tiga tahun belakangan ini pemerintah memberikan tunjangan. n c20

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement