REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Raphy Uli Tobing menilai pemerintah sedang menabung bibit kekerasan bagi masa depan anak Indonesia. Penilaian ini muncul karena pemerintah tidak mengurus kekerasan yang dialami anak-anak yang hidup di jalanan.
Menurut Uli Tobing, salah satu tempat di mana anak-anak banyak terpapar kekerasan adalah jalan raya. “Pemerintah harus tanggap. Banyaknya anak jalanan yang tidak diurus, sama saja pemerintah menabung bibit kekerasan bagi masa depan anak Indonesia,” ujar Uli Tobing, Kamis (2/2).
Dijelaskannya, sikap saling menghargai sesama manusia di Indonesia sudah sangat menurun. “Kekerasan terhadap anak merupakan masalah yang kompleks. Apa yang terjadi sekarang ini merupakan cerminan dari yang pernah terjadi,” ujar Uli Tobing.
Masalah ini dipandangnya cukup rumit penyelesaiannya. Menjebloskan pelaku ke tahanan belum menyelesaikan masalah. Penyelesaian kasus kekerasan anak harus komprehensif.
Alumnus Columbia University ini menyampaikan, seseorang yang hidup dalam kekerasan secara alamiah akan mengakrabi kekerasan sebagai perwujudan pilihan-pilihannya. Mantan Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Jakarta menambahkan, kasus Adit, anak yang dibuang dan dianiaya ibu tirinya, hanyalah satu dari ribuan kasus kekerasan anak di Indonesia.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengajak masyarakat peduli anak dengan menghindari perilaku kekerasan. "Tahun 2013, yang sebelumnya diprediksi akan menjadi tahun Darurat Kekerasan Terhadap Anak benar-benar terjadi. Betapa tidak, dalam tiga tahun terakhir pelanggaran terhadap hak anak terus meningkat, terlebih terhadap pelanggaran seksual," ungkap Arist, Kamis (2/1).