REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buruknya infrastruktur di Indonesia mengakibatkan daya saing bangsa secara keseluruhan masih rendah.
Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2012-2013 oleh World Economic Forum, daya saing Indonesia berada di peringkat 50 dari 144 negara yang dinilai. Posisi ini menurun dua tingkat dibanding 2011-2012 dan enam tingkat dibanding 2010-2011.
Infrastruktur berada di posisi ketiga sebagai masalah utama yang mengganggu kemudahan berbisnis (doing business). Birokrasi yang tak efisien dan korupsi masih menjadi dua penghambat utama.
Meskipun begitu, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Dedy S. Priyatna mengatakan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur.
Hasilnya terlihat dalam survei WEF kategori infrastruktur yang mengalami peningkatan dari peringkat 91 (2012) ke 82 (2013).Secara spesifik, infrastruktur jalan meningkat dari peringkat 90 (2012) ke 78 (2013), perkeretaapian (51 ke 44), pelabuhan laut (104 ke 89), bandar udara (89 ke 68) dan elektrifikasi (98 ke 89).
Namun, infrastruktur Indonesia yang bercokol di peringkat 82 masih kalah dibanding Cina (74), Thailand (61) dan Malaysia (25). Indonesia pun tertinggal jauh dari negeri jiran lainnya yakni Singapura yang berada di peringkat kelima.
Lalu, apa saja kendala dan permasalahan pembangunan infrastruktur menurut Kementerian PPN/ Bappenas? Dedy mengungkapkan sejumlah poin.
Pertama, tingkat elektrifikasi nasional baru mencapai 72,95 persen dengan rasio jumlah desa berlistrik baru mencapai 92,58 persen.
Kedua, terbatasnya akses masyarakat berpenghasilan rendah terhadap penguasaan, legalitas lahan, dan pembiayaan perumahan. Ketiga, aksesibilitas dan jangkauan pelayanan air minum dan sanitasi yang belum memadai.
Kemudian yang keempat, rehabilitasi jaringan irigasi belum mampu mengimbangi degradasi kondisi jaringan yang mencapai 340 ribu ha/ tahun.
Kelima, tingginya laju konversi lahan pertanian menjadi lahan perkotaan dan Industri serta perkebunan terutama di Pulau Jawa dan Sumatera.
Keenam, ketersediaan infrastruktur komunikasi dan informatika belum memadai yang ditandai dengan terbatasnya infrastruktur broadband dan belum terhubungnya Pulau Maluku dan Papua dalam jaringan backbone serat optik nasional.