REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Hingga akhir tahun ini, stok beras Badan Urusan Logistik (Bulog) sudah mencapai lebih dari dua juta ton. Oleh sebab itu, Menteri Pertanian, Suswono menegaskan tahun ini Indonesia tidak perlu melakukan impor beras.
"Tahun ini tidak perlu impor beras. Stok Bulog cukup. Sudah lebih dari dua juta ton," kata Mentan Suswono saat meninjau Gudang Beras Bulog di Klaten, Jawa Tengah, Senin (23/12).
Untuk produksi beras tahun ini, ia menjelaskan, sudah mencukupi kebutuhan nasional, bahkan surplus. Produksi gabah kering giling mencapai lebih dari 70 juta ton atau setara dengan 40 juta ton beras.
Sementara konsumsi beras nasional mencapai 33 juta–34 juta ton tahun ini. Jadi terdapat surplus antara 6 juta-7 juta ton.
"Bulog juga dapat menyerap beras petani dengan baik, sehingga tidak ada alasan untuk impor," kata Suswono.
Bulog, ia menambahkan, biasanya melakukan impor jika tidak dapat menyerap beras di dalam negeri karena faktor harga di tingkat petani yang lebih tinggi dari Harga Penetapan Pemerintah (HPP). Sebab, jika Bulog membeli beras di atas HPP hal itu melanggar Undang-Undang.
Bulog akan mencari beras di pasar luar negeri yang harganya di bawah HPP untuk memenuhi stok dua juta ton di akhir tahun. Stok beras di Bulog digunakan untuk tanggap bencana, raskin, dan operasi pasar.
Suswono juga menjelaskan, meski menghadapi laju konservasi lahan pertanian 100 ribu hektare setiap tahun - sementara kemampuan cetak sawah pemerintah hanya 50 ribu hektare per tahun, perubahan iklim, serta penurunan anggaran Kementerian Pertanian sebesar Rp 2 tiliun, target surplus 10 juta ton beras tahun 2014 akan terus diupayakan tercapai.
"Kita akan terus berupaya mencapai target surplus beras 10 juta ton di akhir 2014. Caranya dengan mengenjot produktivitas sawah-sawah yang ada," katanya.
Pupuk Bersubsidi
Dalam rangka meningkatkan produksi beras nasional pemerintah juga meningkatkan subsidi pupuk hingga Rp 18 triliun. Pemerintah pun akan menyediakan pupuk bersubsidi berapa pun kebutuhan kelompok tani.
Petani sempat kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi, karena tiba-tiba hilang di pasaran. Pemicunya adalah kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk. Kenaikkan itu menyebabkan turunnya produksi pupuk bersubsidi dari 9,2 juta ton menjadi 8,6 juta ton.
Namun kini kelompok tani bisa menebus pupuk bersubsidi seusai dengan kebutuhannya asal memiliki Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Bagi daerah yang mengalami kekurangan penyediaan pupuk bersubsidi untuk pertanaman pada Desember 2013 tetap akan dipenuhi PT Pupuk Indonesia (Persero) berdasarkan RDKK yang telah disusun kelompok tani dan disetujui oleh Dinas Pertanian setempat.
"Jadi berapa pun kebutuhan pupuk akan disediakan pemerintah. Dan kelompok tani yang memiliki RDKK bisa menebus pupuk bersubsidi di kios-kios yang ditunjuk," kata Suswono menjelaskan.