REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)menjerat Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka untuk dua kasus sekaligus, yaitu pengembangan kasus suap penanganan sengketa pilkada Kabupaten Lebak di Mahkamah Konstitusi (MK) dan kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) di Pemprov Banten pada Tahun Anggaran (TA) 2010-2012.
Untuk kasus yang terakhir, KPK belum menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik). Pada pekan ini, Ketua KPK Abraham Samad, menjanjikan akan menerbitkan sprindik tersebut. "Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama ini," kata Ketua KPK, Abraham Samad yang ditemui usai acara di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jakarta, Senin (23/12).
Samad mengatakan peran Atut dalam kasus Alkes Banten akan diformulasikan dalam sprindik tersebut. Saat ini, ia belum dapat menjelaskan dengan detail mengenai peran dan pasal yang menjerat Atut dalam kasus ini.
Saat ditanya mengenai dugaan penerimaan fee kepada Atut dari proyek tersebut, Samad mengakuinya. Namun ia juga enggan menjelaskan dengan detail karena dugaan penerimaan fee ini akan dimasukkan juga dalam sprindik. "Untuk kongkretnya, pasnya, nanti diformulasikan di sprindik," jelas Samad.
Sebelumnya KPK menjerat Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka dalam dua kasus ini usai ekspose atau gelar perkara pada Senin (18/12) lalu. Untuk pengembangan kasus suap penanganan sengketa pilkada Kabupaten Lebak, Atut dijerat dengan pasal 6 ayat 1huruf a UU Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK juga langsung melakukan pemeriksaan Atut sebagai tersangka dalam kasus itu pada Jumat (20/12) lalu. Bahkan usai pemeriksaan, KPK memutuskan untuk menahan Atut di Rutan Pondok Bambu dengan alasan Atut dapat mempengaruhi saksi dan dapat melarikan diri.
Wakil Ketua KPK, Zulkarnain juga mengakui adanya dugaan penerimaan fee kepada Atut dalam proyek tersebut. Atut berperan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek itu.