REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daya saing menjadi kunci utama Indonesia terlepas dari jebakan negara berpendapan menengah (middle income trap) pada tiga tahun ke depan. Oleh sebab itu, dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki agenda ekonomi jelas.
"Indikasi bahwa Indonesia berada dalam jebakan negara berpendapatan menengah semakin jelas. Indonesia sudah cukup lama berada pada transisi dari negara berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan menengah, kesempatan Indonesia beralih ke kelompok negara berpendapatan menengah atas semakin kecil," kata Kepala LIPI, Lukman Hakim.
Hal itu disampaikan dia dalam sambutan yang dibacakan Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Darwin dalam Refleksi Akhir Tahun 2013 LIPI di Jakarta, Senin (23/12).
Perekonomian Indonesia dalam satu dekade terakhir ini, ia menilai, mengalami transisi dari negara berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan menengah dengan pendapatan per kapita 3.420 dolar AS.
Pendapat pe kapita Indonesia diproyeksikan akan melampui 4 ribu dolar AS pada 2030 mendatang, sehingga dapat masuk kelompok negara berpendapatan menengah atas.
"Dalam tiga tahun, paling tidak Indonesia harus sudah dapat pindah kelas ke kelompok negara berpendapatan menengah atas. Tapi itu sulit kalau hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi lima hingga enam persen per tahun," katanya.
Ia mengatakan, dengan hanya bertumpu pada produk-produk yang berbasis sumber daya alam, daya saing ekonomi Indonesia relatif tidak akan berubah. Belum lagi jika melirik dengan kian melemahnya daya saing khususnya untuk komoditas strategis seperti pangan berbasis teknologi tinggi.
Oleh sebab itu pada 2014 mendatang, ia mengharapkan, pemimpin mendatang dapat memikul sejumlah agenda pembangunan, yang mendorong kemajuan perekonomian dengan peningkatan daya siang.
Sementara itu peneliti pada Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Latif Adam mengatakan lemahnya daya saing industri domestik karena tidak adanya kebijakan industri yang jelas dan implementasi kebijakan industri yang buruk.
Lemahnya industri di Indonesia ini, menurut dia, juga disebabkan karena kurangnya prasyarat dasar seperti infrastruktur, tenaga kerja terampil, insentif dan kinerja birokrasi.
Oleh sebab itu, ia mengatakan agenda pembangunan ke depan seharusnya fokus pada penguatan daya saing industri yang berkontribusi besar terhadap pengentasan kemiskinan dan pengangguran.
Pemimpin baru yang terpilih, Latif melanjutkan, harus mampu memberi kebijakan industri yang jelas, menyediakan prasyarat dasar bagi penguatan struktur industri domestik, mendorong kemampuan ekspor industri dan mengimplementasikan program-program penguatan industri secara baik.