REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Komisi Pemberantasan Korupsi meningkatkan status penyelidikan untuk mengungkap korupsi penyaluran dana hibah dan Bantuan Sosial (Bansos) 2011-2012 Pemerintah Provinsi Banten. "Bansos Banten naik ke lidik (penyelidikan)," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi, di Jakarta, Jumat (20/12).
Johan mengatakan pelimpahan laporan dana bansos Banten ini sudah ke tahap penyelidikan sejak sekitar pekan lalu. Namun untuk surat perintah penyelidikan (sprinlid) kasus ini masih belum diterbitkan.
Dugaan korupsi bansos Banten diduga berawal dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia. BPK mengungkapkan pengelolaan dana bantuan Bansos Provinsi Banten dinilai tidak wajar. Anggaran tersebut dicairkan pada 2010 hingga 2011.
Menurut laporan pemeriksaan BPK, Pemprov Banten pada 2010 mengalokasikan anggaran bansos Rp 51,5 miliar dan terealisasi Rp 51,4 miliar. Sementara pada 2011, anggaran bansos dialokasikan Rp 78,5 miliar dan terealisasi Rp 78,2 miliar.
Lembaga antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) memaparkan dugaan bahwa terdapat sekitar Rp391 miliar dana bansos dan hibah yang dianggarkan dalam APBD tahun 2011 namun sekitar 30 persen tidak jelas arahnya. Berdasarkan data dari ICW juga, dari 151 lembaga penerima hibah tahun 2011, ditemukan lembaga dan forum fiktif penerima bansos dan hibah.
ICW menduga Ratu Atut juga terlibat dalam pengucuran dana bantuan sosial dan hibah. Berdasarkan pemantauannya, ICW menyatakan penyelewengan dana ini terjadi pada 2011 menjelang pemilihan kepala daerah Banten, yang mendudukkan kembali Ratu Atut sebagai Gubernur Banten periode kedua.
KPK resmi menahan Ratu Atut usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah Lebak Banten di Mahkamah Konstitusi.