REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang untuk tersangka Andi Mallarangeng.
Djoko membantah telah memberikan rekomendasi terkait anggaran tahun jamak atau multy years proyek Hambalang.
"Saya tidak pernah memberikan rekomendasi," kata Djoko Kirmanto yang ditemui usai pemeriksaannya di gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/12).
Djoko Kirmanto diperiksa selama tiga jam pemeriksaan. Ia keluar dari gedung KPK pada pukul 12.45 WIB. Dalam pemeriksaan, ia mengaku telah memberikan keterangan tata cara kemajuan kontrak tahun jamak kepada penyidik.
Namun ia membantah telah memberikan rekomendasi untuk anggaran tahun jamak pada proyek Hambalang. Ia hanya ditanyakan mengenai tata cara kontrak anggarannya.
Ia juga membantah adanya suap di kementeriannya terkait proyek ini. "Nggak ada, kalau itu yang menentukan nanti hakim," katanya menjelaskan.
Sebelumnya dalam surat dakwaan terdakwa kasus Hambalang, Deddy Kusdinar menyebut Kementerian PU berperan dalam mengubah proyek Hambalang dari kontrak single year atau tahun tunggal menjadi multi years atau tahun jamak.
Kementerian PU menerbitkan pendapat teknis yang merupakan salah satu syarat agar proyek itu bisa dilaksanakan dalam kontrak tahun jamak.
Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Guratno Hartono juga disebut menerima uang sebesar Rp 135 juta untuk menerbitkan pendapat teknis tersebut. Hal itu diketahui atas perintah Deddy selaku pejabat pembuat komitmen proyek Hambalang.
Komisaris PT Metaphora Solusi Global, Muhammad Arifin, juga meminta Rp 135 juta dari PT Adhi Karya untuk diberikan kepada Guratno dan stafnya. Penerbitan pendapat teknis itu dinilai melanggar peraturan karena tanpa sepengetahuan menteri.
Selain itu, hasil evaluasi tim ahli ITB yang dituangkan dalam revisi laporan akhir pendukung penyidikan KPK untuk proyek P3SON Hambalang tanggal 31 Agustus 2013, terjadi kegagalan system management design dan konstruksi proyek yang telah menyebabkan kegagalan proyek sehingga bangunan P3SON tersebut secara keseluruhan tidak dapat digunakan sesuai peruntukannya.
Hasil penelitian tim tanggap darurat yang dibentuk Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMGB) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan longsor disebabkan sifat batuan di lokasi berupa tanah lempung yang mudah mengembang (swelling clay) sehingga memiliki kerentanan tinggi terhadap terjadinya gerakan tanah.
Hal ini sebenarnya sudah diketahui saat perencanaan konstruksi berdasarkan hasil soil investigation perusahaan subkontraktor PD Laboratorium Teknik Sipil Geoinves yang menunjukkan tanah Hambalang bersifat cemented clay.
Selain itu lokasi Hambalang berada dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi sebagaimana Peta Rawan Bencana yang diterbitkan oleh PVMBG.
Anggaran Hambalang semula hanya Rp125 miliar pun membengkak menjadi Rp2,5 triliun untuk pengadaan jasa konsultan perencana, pengadaan jasa konsultan manajemen konstruksi, pengadaan jasa konstruksi Hambalang yang seluruhnya merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp463,67 miliar.