Jumat 20 Dec 2013 13:38 WIB

'Selamatkan Pasar Tradisional dengan Fair Trade'

Suasana di salah satu pasar tradisional.
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Suasana di salah satu pasar tradisional.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pasar tradisional kian terancam. Keberadaannya bisa tergusur akibat kian mengguritanya pasar-pasar modern, seperti supermarket dan minimarket.

Padahal, kata calon anggota DPD dari daerah pemilihan DKI Jakarta, Rommy, bisnis retail yang dimainkan supermarket dan minimarket itu menjadi rantai distributor kelas besar berskala nasional ataupun internasional yang umumnya menguntungkan pemain modal besar.

''Dampak dari free trade, ya memang semacam ini. Siapa bermodal besar tentunya bisa punya pengaruh lebih besar di pasar. Untuk itulah diperlukan peran negara untuk menyeimbangkannya dengan mengusung tema fair trade," ujar Rommy, Jumat (20/12).

Dengan fair trade, kata dia, pemain kecil juga bisa ikut menikmati dan ikut bermain. "Misal, pemain besar bisa merangkul petani-petani dengan membeli dengan harga yang menguntungkan petani, lalu menjual juga dengan harga yang wajar," tutur pria yang dijukuli "Si Anak Kampung Jakarta" itu.

Ia mencontohkan, di Vietnam, bisnis retailer membuat program CSR (Corporate Social Responsibility) dengan cara melatih petani agar hasil panennya punya kualitas bagus, bersih, sehingga pihak retailer bisa membeli hasil dari petani kecil ini untuk dipasok di supermarket/mini market mereka.

"Ini yang dinamakan simbiosis mutualisme, dan ada pemenuhan tanggung jawab sosial dari pihak corporate," cetus dia.

Menurutnya, fungsi corporate yang baik semacam itu sangat sulit ditemukan. Untuk itulah,  papar Rommy, fungsi pasar tradisional masih menjadi andalan bagi petani-petani kecil dan lokal untuk menyalurkan hasil panennya.

Guna memproteksi petani kecil dan lokal serta pedagang di pasar tradisional, maka peran pemerintah di Jakarta sangat diperlukan. ''Yang utama adalah melestarikan keberadaan pasar tradisional," katanya.

Selanjutnya, imbuh dia, mengembangkan/merevitalisasi pasar, yang tadinya terkesan kumuh, becek, lecek, menjadi bersih dan nyaman.

''Dengan begitu, pasar tradisional bisa jadi nyaman untuk tempat tongkrong banyak orang. Ini tentunya kebijakan pro-poor yang sangat riil, berpihak pada pedagang kecil, petani kecil dan lokal, serta masyarakat," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement