REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Otonomi daerah dianggap menjadi pemicu timbulnya penyimpangan pemerintahan (Governance Anomaly). Implementasi dalam menjalankan program tersebut masih belum sesuai dengan konsep yang direncanakan.
Kepala Lembaga Administrasi Negara RI, Agus Dwiyanto mengatakan, refromasi tersebut tidak banyak melakukan intervensi dalam menyiapkan birokrasi dan aparatur daerah. Sedangkan pemerintah memiliki kapasitas yang rendah untuk mengendalikannya.
"Ditambah korupsi dan politisasi sudah lama mengakar sebelum desentralisasi, dan itu belum disembuhkan. Makanya otonomi daerah justru menciptakan governance anomaly," kata Dwi dalam paparannya di Seminar Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah di Graha Bhakti Makarti, LAN, Kamis (19/12).
Dampaknya nanti, kata Agus, kepercacyaan publik terhadap pemerintah dan partai politik menurun. Banyak daerah akan mengalami kesulitan mengurus dan membeayai pemerintahannya. Instabilitas birokrasi pun akahirnya mengaku kualitas pelayanan publik.
Wakil Menteri PAN dan RB, Eko Prasodjo menambahkan, melalui RUU aparatur sipil negara (ASN), ke depan setiap pelayanan publik menjadi sebuah profesi. Di mana, memiliki standard, pendidikan serta pelatihan, sertifikasi dan memiliki organisasi independen.
"Prinsip dasar RUU tersebut, pegawai melalui proses seleksi, sehingga punya standar integritas dan prilaku. Manajemen SDM pun dikelola secara efektif dan efisien dan mereka mendapat perlindungan dari intervensi politik," ujar Eko.