Kamis 19 Dec 2013 23:20 WIB

Produsen tak Punya Niat

Rep: amri amrullah/lilis sri handayani/ Red: Damanhuri Zuhri
Logo Halal
Logo Halal

REPUBLIKA.CO.ID,

RUU JPH tak terkejar untuk disahkan tahun ini.

JAKARTA  -- Belum ada niat yang besar dari perusahaan farmasi atau produsen obat melakukan sertifikasi halal obat.

Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa, mereka merasa takut penjualan menurun kalau diketahui obat mereka mengandung bahan yang haram.

Padahal, konsumen Muslim membutuhkan keterangan mengenai bahan yang terkandung dalam obat. Ia juga mengatakan, sebenarnya setiap perusahaan farmasi memiliki dana untuk riset. Mereka bisa mengembangkan produk obat yang halal melalui riset.

Perkembangan di dunia farmasi memungkinkan produsen mengganti bahan haram dalam obat dengan yang halal.

Lalu, mereka menyertifikasi obat itu sehingga jelas status kehalalannya. Hal itu bisa dilakukan melalui riset. “Dana riset mereka besar,” katanya, Rabu (18/12).

Menurut Ketua Panja RUU Jaminan Produk Halal (JPH) ini, kalau ada bahan yang diperdebatkan, ulama bisa dilibatkan.

Mereka yang membuat solusi melalui hukum agama. Tapi, sampai sekarang dana riset perusahaan farmasi tak digunakan untuk kegiatan semacam ini.

Jadi, sudah jelas perusahaan farmasi belum mempunyai iktikad untuk menyediakan obat halal dan menyertifikasinya. “Bila keadaan ini bertahan, konsumen Muslim masih lama memperoleh obat halal,” kata Ledia.

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim menduga ada skenario besar untuk menghambat sertifikasi halal obat.

Sebab, menurut dia, wacana obat bersertifikasi halal tak hanya dibicarakan sepekan terakhir saja. Sejak dulu, MUI memberikan perhatian terhadap persoalan itu. Ia mengatakan, berbeda dengan makanan, sedikit produsen obat yang memakai bahan halal.

“Kita tidak tahu ada apa di balik ini semua,” ujar Lukmanul Hakim. Bahkan, saat mengimbau agar perusahaan farmasi menyertifikasi halal obatnya, MUI dituding mencari keuntungan. Menurut dia, ada pihak-pihak yang berupaya menjatuhkan MUI yang melindungi konsumen.

Dia mengatakan, dana yang dikeluarkan untuk sertifikasi halal lebih kecil dibandingkan keuntungan mereka dari penjualan obat. Hal sama senada pernah disampaikan pendiri Halal Corner Aisha Maharani. Bila menginginkan sertifikat ISO, butuh sekitar Rp 10 juta.

Dana yang dikeluarkan untuk sertifikasi halal produk, kata Aisha, tak sampai sebesar itu. Jumlah maksimalnya sekitar Rp 7 juta. Mestinya, biaya tak menjadi keluhan bagi perusahaan farmasi terkait proses sertifikasi.

RUU JPH

Secara terpisah, Menteri Agama Suryadharma Ali berharap, Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) segera disahkan.

Ia menghendaki tahun ini selesai. Ia mengaku, pengesahan tahun ini memang sulit, tetapi ia tetap mendorong DPR menuntaskannya.

Ia beralasan, konsentrasi anggota dewan saat ini sudah bercabang ke pemilu 2014. “Kami tinggal menyelesaikan sedikit perbedaan,” kata Suryadharma melepas acara Gerak Jalan Kerukunan di Sport Center Indramayu, Jawa Barat, Rabu (18/12).

Di antaranya, mengenai kewenangan yang menerbitkan sertifikat dan laboratorium yang digunakan untuk memeriksa produk.

Ketua Panja RUU JPH Ledia Hanifa mengatakan, tak mungkin RUU ini disahkan pada 2013. Waktunya sudah tak mungkin. Pembahasan RUU ini akan dilakukan kembali pada 2014.

Ia mengatakan, pemerintah masih belum memberikan konsep final mengenai keinginan-keinginan mereka. Sebenarnya, tenggat konsep itu pada 2 Desember, tapi tak diserahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement