Kamis 19 Dec 2013 20:51 WIB

DPR Terima Perppu MK Jadi Undang-Undang

Rep: M Akbar Wijaya/ Red: Dewi Mardiani
Sidang paripurna DPR-RI (Ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA
Sidang paripurna DPR-RI (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang paripurna DPR memutuskan menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi undang-undang (UU). Keputusan diambil melalui mekanisme pemungutan suara antarfraksi.

"Setelah disetujui otomatis akan menjadi undang-undang. Kita tinggal menunggu peraturan pemerintah untuk mekanisme penerapannya," kata Ketua Komisi III DPR, Pieter C Zulkifli, di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (17/12).

Politisi Partai Demokrat ini mengatakan, keputusan DPR menyetujui Perppu MK sudah tepat. Hal ini karena Perppu bertujuan menyelamatkan marwah MK sekaligus memberikan perbaikan bagi MK di masa mendatang. "Perppu ini dibutuhkan untuk perbaikan MK," ujarnya.

Wacana judicial review (uji materi) terhadap Perppu MK yang diajukan sejumlah pihak tidak membuat Demokrat pesimistis. Pieter mengatakan uji materi merupakan hak setiap warga negara. Namun dia percaya MK akan merespon secara bijak usul uji materi Perppu MK.

Pendapat berbeda disampaikan anggota Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan. Politisi PDI Perjuangan ini menyatakan, Perppu MK rawan diuji materi karena memiliki banyak celah hukum yang bertentangan dengan konstitusi. "Dampaknya pasal-pasal baru ini akan masuk ke UU MK yang ada. Bisa di-judicial review," kata Trimedya.

Salah satu persoalan yang terdapat dalam Perppu MK adalah persyaratan nonaktif tujuh bagi anggota partai untuk menjadi hakim MK. Peraturan ini, menurutnya, akan berbenturan dengan status Hamdan Zoelva (mantan kader PBB) dan Patrialias Akbar (mantan kader PAN) yang saat ini menjadi hakim MK. "Hamdan dan Patrialis harusnya berhenti karena mereka orang parpol," ujar Trimedya.

Trimedya menyatakan penjelasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa Perppu MK tidak berlaku surut bukanlah sumber hukum. Pendapat itu mestinya dituangkan dalam pasal Perppu. "Omongan SBY bukan hukum. Sumber hukum kita konstitusi, undang-undang, dan Perppu," ujarnya.

Pendapat bahwa Perppu MK dibuat untuk menyelamatkan citra MK pascapenangkapan Akil Mochtar juga ditolak Trimedya. Menurutnya Perppu dikeluarkan setelah tujuh hari Akil ditangkap. Selama rentang waktu tersebut MK terbukti masih bisa menjalankan tugasnya dengan baik seperti memilih Ketua MK baru. "Di mana kegentingannya? Mereka sudah establish bisa memilih ketua baru. Apakah semua berpandangan seperti pemerintah bahwa kredibilitas MK sudah turun," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement