REPUBLIKA.CO.ID, CILANDAK -- Para penghulu menunggu aturan resmi dari Kementerian Agama terkait biaya bagi penghulu yang menikahkan di luar Kantor Urusan Agama (KUA).
Selama aturan tersebut belum diterbitkan, penghulu tetap tidak akan mau menikahkan pengantin di luar KUA dan di hari libur mulai awal tahun depan. Mereka merasa khawatir atas kejadian yang menimpa salah satu penghulu di Jawa Timur karena diduga menerima gratifikasi.
Mohammad Alwi, salah satu penghulu di KUA Cilandak mengatakan, Peraturan Menteri Agama (PMA) tahun Nomor 11 tahun 2007 Pasal 21 masih belum jelas dan ngambang. Menurutnya, ayat 1 dan ayat 2 pada pasal itu belum diatur detail tentang biaya operasional bagi penghulu yang menikahkan di luar KUA.
“Itu hanya biaya pencatatan nikah sebesar Rp 30 ribu. Tapi untuk operasional kita (penghulu) tidak dimasukkan di situ. Terus siapa yang menanggung. Gaji kita kecil,” katanya kepada Republika, Senin (16/12).
Alwi menuturkan, pemberian dari masyarakat kepada penghulu itu sudah ada sejak lama dan menjadi budaya. Tapi, lanjutnya, penghulu memang tidak diperbolehkan mematok besaran angkanya karena itu merupakan keikhlasan dari masyarakat.
“Kadang kita betul-betul tidak mau tapi masyarakat yang memaksa sebagai ucapan terima kasih mereka,” ungkapnya. Alwi berharap, aturan untuk penghulu itu segera terbit. Agar kejadian yang menimpa penghulu seperti di Jawa Timur tidak terulang.
Seperti diketahui, Romli penghulu di Kediri Jawa Timur tersangkut kasus dugaan gratifikasi karena menerima uang sebesar Rp 225 ribu dari keluarga pengantin. Biaya yang diterima Romli lebih besar dari biaya resmi pencatatan pernikahan yakni sebesar Rp 30 ribu. Kini, kasus Romli sedang diproses di Pengadilan Tipikor Surabaya.